Kamis, 11 September 2008


PINDAH ALAMAT
Untuk penyegaran tampilan,
maka saya pindah alamat ke:
www.lily-ahmad.blogspot.com
(ada tanda "-" antara lily dan ahmad)
Harap maklum dan saya tetap
menunggu kunjungannya di blog baru saya
Terima kasih.

Dan bagi yang belum pernah mengunjungi
blog ini, silahkan melihat-lihat dulu
kemudian baru datang ke
blog baru saya.
Oke....
Ditunggu kedatangannya.

Salam hangat,
Lily Ahmad

Rabu, 10 September 2008

AKU TAKKAN MENGUSIKMU

Tidurmu begitu nyenyak kasihku
Tidur enuh kedamaian
Nafasmu begitu teratur
Seakan kedamaian selalu bersamamu

Aku disampingmu
Menatap wajahmu yang terpecam
Merasakan nafasmu berirama
Dan aku mengiringi bersama nafasku

Aku ingin membelaimu
Tapi kuurungkan
Kuatir tanganku mengusikmu
Dalam tidurmu yang lelap

Tidurlah kasihku
Aku selalu berada di sampingmu
Tanpa perlu mengusikmu.

Selasa, 09 September 2008

PILIH PUNYA PENGHASILAN ATAU TIDAK, NYONYA?


Sebenarnya enak di rumah mengurus rumah tangga atau bekerja ya? Bekerja yang saya maksud bukan hanya bekerja kantoran, tapi wanita yang punya penghasilan. Pertanyaan ringan tapi berat ini sering muncul dalam keisengan obrolan kami sebagai wanita-wanita pekerja.. Tentu karena ketika kita bekerja di luar rumah, maka banyak konsekuensi yang kita terima, antara lain kita tidak bisa sepenuhnya mengurusi rumah tangga, yang otomatis pekerjaan-pekerjaan rumah harus kita delegasikan kepada pembantu rumah tangga kita. Tapi bukan ini yang akan saya tulis, tapi tentang masalah keuangannya. Dan bukan juga dibahas secara ilmiah, tapi hanya sekedar bahasan-bahasan ringan.

Konsekuensi kita bekerja di luar rumah, tentu kita mendapatkan penghasilan dari kerja kita tadi. Bagaimana sebenarnya teman-teman yang menjadi wanita pekerja tadi memanage penghasilan tadi. Ada beberapa alternative penggunaaan penghasilan uang tadi, al:
DIPERGUNAKAN SEPENUHNYA UNTUK KELUARGA
Ini biasanya berlaku bagi istri-istri yang suaminya tidak mempunyai penghasilan. Dan tentunya jika si wanita hidup sendiri, dimana tidak mempunyai suami. Disini istri-istri yang menjadi kepala rumah tangga, sebagai penopang ekonomi rumah tangga. Uang ini dipergunakan untuk biaya makan, biaya sekolah, biaya rumah, dll. Pokoknya semua keperluan rumah tangga dipenuhi dari penghasilan wanita.

Bagaimana jika suami istri mempunyai penghasilan, sedangkan penghasilannya tidak untuk keluarga. Semua kebutuhan rumah tangga ditanggung istri. Sebagai wanita saya hanya bias mengatakan laki-laki ini adalah laki-laki yang KETERLALUAN (biar mantap tolong bacanya seperti gaya Rhoma Irama) Kalau sudah begini, akan merupakan rumah tangga yang rawan konflik. Bagaimanapun sebagai wanita kita tidak mau dijadikan sapi perah, karena suami hanya menikmati penghasilannya sendiri.


DIPERGUNAKAN SEBAGIAN UNTUK KEPERLUAN RUMAH TANGGA.
Pola ini biasanya dibagi antara suami dan istri, misalnya domain si suami untuk membiayai pendidikan anak, perbaikan rumah, kesehatan, dll. Sedangkan domain istri misalnya kebutuhan makan, dan sandang. Masing-masing pihak mengelola keuangan sendiri-sendiri.
Disini istri biasanya mempunyai kebebasan mengelola keuangan sendiri, bebas mengatur dan membeli sesuai keinginannya selama tidak mengganggu kebutuhan rumah tangga.

MENJADI MILIKNYA SENDIRI
Kalau yang ini, si istri memiliki sendiri semua penghasilan yang didapat. Untuk kebutuhan rumah tangga tetp menjadi kewajiban suami. Ini tentu menjadi pilihan wanita-wanita yang mempunyai penghasilan.atu sisi wanita tadi merasa puas dengan pendapatannya, di sisi lain wanita ini tidak terbebani untuk memikirkan ekonomi keluarga.

Dari ketiga pilihan pengelolaan keuangan di atas, tentu salah satunya merupakan pola pengelolaan keuangan bagi wanita pekerja. Dan ketiganya mempunyai nilai positif dan negative yang sengaja tidak saya bahas, karena rasanya kita sudah tau. Pilihan manakah yang ada pada kita? Dan masih mungkinkah kita beralih pada pilihan yang telah kita laksanakan sekarang?

Minggu, 07 September 2008

THOMAS DAN UBER ALA CAYSA

Untuk ikut memperingati kejuaraan bulu tangkis Thomas Cup dan Uber Cup, di depan kamarnya Caysa membuat gambar dirinya dengan tulisan: "aku suka bulutangkis". Yang lucunya gambar dirinya lagi "main mata", hehe.... Aneh-aneh aja ekspresi anak-anakku ini.

PENGUMUMAN ALA VANSA


Inilah Pengumuman ala Vansa untuk "melarang" orang ribut dan mengganggunya jika sedang di kamar. Beda dengan kartu "jangan diganggu"yang lain (seperti di hotel), yang tanpa alasan, mungkin bagi Vansa kamar bukan mutlak milik pribadi, maka dipohon pengertiannya untuk tidak mengganggu.
Vansa memang termasuk gadis kecil yang "rumahan" bahkan "kamaran", tidak suka keluar rumah untuk main dengan teman-teman sebaya. Lebih suka berada di rumah atau di kamar, sambil buat prakarya, membaca, menulis, bermain atau apa saja. Tapi jika ada teman yang akan datang dan bermain bersama, maka dengan senang hati Vansa akan menyambutnya dan main bersama.

Sabtu, 06 September 2008

CUAPEEEEEEEEEEKKK!!

Coba perhatikan wajah-wajah dalam foto ini. Walau fokus (kecuali Faisal) dan berusaha tetap ceria dan tersenyum depan kamera, namun rona kecapekan tergambar di wajah masing-masing. Kami sedang menunggu pesanan makan siang di salah satu pondok makan di tengah sawah (tolong dong di edit lagi dimana posisinya), Minggu 22 Juni 2008, usai reuni. Semua teman-teman sudah bubar kembali ke tempatnya masing-masing.
Sebenarnya gambarnya yang goyang atau faisalnya yang teler (kecapekan). Yang jelas kelaperan, lama menunggu pesanan ikan bakar, cumi bakar dan udang bakar. Tapi pas ngerasa sambelnya, hm....faisal seger lagi. Abis, sambelnya uenak banget.
(diambil dari: www.angera81.blogspot.com)

"SAHABAT-SAHABAT" LOPER KORAN

Seperti biasanya, setiap pagi dalam perjalanan ke kantor saya membeli koran. Saya dan suami seperti ada "pembagian khusus", suami membeli koran tempo, kompas, dan saya Kedaulatan dan Jawa Pos. Kami sengaja tidak berlangganan, biar tidak terpaku pada satu media, dan khususnya saya, dengan membeli koran di pinggir jalan, saya seakan-akan "menitipkan diri" pada mereka. Maksudnya, dengan interaksi transaksi koran, mereka "mengenal" saya walau pasif, jadi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saya, paling tidak ada yang "mengenal".

Pola ini saya lakukan sewaktu masih bertugas di Mungkid. Jadi di sepanjang jalan Yogya Mungkid, saya punya "pos-pos" langganan koran. Misalnya di lampu merah Gamping, loper koran disini akan saya beli Kedaulatan Rakyat. Jadi ketika mobil saya berhenti, dengan serta merta lopernya akan menyodori saya Kedaulatan Rakyat. Di terminal Jombor, bagiannya Jawa Pos. Jadi ketika loper itu naik bus dan melihat saya sebagai penumpang, dengan serta merta akan memberikan saya Jawa Pos. Di Terminal Muntilan, jatahnya tabloid nova. Jadi ketika bus saya memasuki terminal Muntilan, (walau dalam keadaan tidur), loper koran akan "membangunkan" saya dengan pelan, dengan "bahasa halus" (maksudnya menawarkan) Nova dan biasanya bahasanya: "sampun kagungan Nova bu?". Dan yang di kantor jatahnya tabloid Aura. Entah mau beli atau tidak, pokoknya tiap Aura terbit, pasti di meja saya diletakkan Aura, walau kadang berulang beberapa minggu (karena kebetulan saya lagi sidang/tidak ada di tempat) dan saya harus membayar setelah "numpuk" 4-6 edisi yang belum saya bayar.Dan masih ada satu lagi, di pompa bensin Mendut. Yang ini karena tidak rutin, makanya tiap ketemu, saya membeli yang sekiranya saya jarang membeli dan saya menduga suamiku belum membeli, misalnya Republika atau tabloid Nyata.

Dari kesemuanya langganan saya, yang saya kenal namanya hanya 2, yaitu yang di pompa bensin (saya memanggilnya pak Yanto) dan yang datang ke kantor (saya memanggilnya mas Udin). Tapi dari kesemua langganan koran saya, semua punya kesan masing-masing pada saya.

Yang di lampu merah gamping, karena nyaris tiap lewat saya pasti membeli koran, makanya sejak awal saya selalu selalu "menyiapkan" uang Rp 2.000 untuk menyerahkan uang. Ini saya lakukan, kuatir waktu yang saya punya di lampu merah tidak banyak, jadi transaksi bisa cepat dilakukan. Tapi jika keadaan mendesak, saya belum bayar dan lampu sudah hijau, maka loper koran ini akan mempersilahkan saya jalan tanpa bayar dulu, dan dibayar besok harinya. Inilah yang saya kagumi, begitu percayanya si loper, bagaimana jika saya lupa/tidak membayar? Padahal mungkin keuntungannya hanya sedikit. Tapi ada hikmah yang saya bisa ambil, bahwa "kepercayaan" itu muncul bisa hanya dengan pola interaksi yang pasif.
Ada lagi yang "khas " dari loper saya ini, setiap tahun pasti saya diberi kalender Kedaulatan Rakyat, padahal kalender ini ditujukan pada para langganan, bukan kepada saya yang membeli "cetengan". Mungkin si loper sudah menganggap saya sebagai "langganan cetengan" kaleeeee.

Loper yang di terminal Jombor. Waaah...paling repot jika masuk terminal, sementara busnya gak berhenti lama. Alhasil "transaksi" terburu-buru. Atau jika bus datang, kemudian si loper tidak naik bus untuk menjajakan koran, maka saya biasanya memanggilnya dari jendela. Atau juga si loper belum sempat masuk, tapi sudah keduluan tukang ngamen, otomatis si loper akan masuk kemudian. Tapi jika tukang ngamen tau saya perlu korfan, maka pengamen akan memanggil lopernya dan akhirnya si loper akan masuk lewat pintu belakan bus untuk menyerahkan korannya pada saya.

Loper yang di terminal Muntilan. Langganan saya ada 2 orang. Tapi akhir-akhir ini saya cenderung membeli di "pak Ndut" istilah saya untuk membedakan keduanya. Karena "pak Kurus" kelihatannya hatinya sangat jelek. Selalu berebut pembeli. Padahal kadang saya maunya berbagi rejeki, dengan berganti-ganti loper yang saya beli. Kesannya si bapak kurus halus bahasanya, tapi sebenarnya beberapa kali saya dapati pak Kurus ini mengumpat jika langganannya beralih ke loper yang lain. Makanya akhir-akhir ini saya cenderung beli di pak Ndut. Hal yang sama juga pernah saya temui ketika sesama penumpang mencari pak Ndut untuk membeli koran, padahal pak kurus sudah menawarkan koran lebih dahulu.

Loper yang di kantor. Ini lain lagi....seperti yang saya ceritakan di atas, jika setiap terbit maka dengan serta merta loper ini akan meletakkan tabloidnya di meja saya. Dan dengan setianya mas Udin ini akan mencatat berapa koran yang saya beli tapi belum dibayar. Nah jika suatu waktu saya ketemu, selain saya akan membayar semua tagihan koran, saya juga pasti "numpang baca" beberapa tabloid yang mas Udin baca. Ada Nurani, idea, Home, wanita Indonesia dan lain-lain. Teknisnya, sebelum keliling kantor, pasti mas Udin mampir di ruang hakim, dan jika ketemu saya, maka koran dan tabloid "numpang baca" tadi ditinggal ke saya, kemudian mas Udin akan keliling kantor, dan setelah itu akan kembali ke ruang saya untuk mengambil tabloid "numpang baca " tadi. Hehe....kalau ini kesannya buy one get all!!

Dan yang terakhir, adalah yang di pompa bensin mendut. Ini lain lagi....karena saya tidak rutin membeli bensin di pompa bensin mendut, maka jika kebetulan mampir, maka saya akan didatangi oleh pak Yanto untuk menawarkan koran-koran yang masih ada. Jika ada Bobo, tentu akan saya beli, tapi jika semuanya sudah ada, maka pasti saya mencari-cari kira-kira koran apa yang bisa saya beli. Biasanya jatuh ke koran Sindo. Dan khasnya pak Yanto, saya biasanya membeli di atas harga bandrol (beda dengan di Gamping, yang di bawah HET), bukan karena memang harga yang diminta mahal, tapi saya membayangkan "perjuangan" pak Yanto dari rumahnya di Salaman untuk mengambil koran di Muntilan (jarak nya sekitar 18 km) kemudian menjualnya di Mendut yang jaraknya 10 km dari Muntilan, kemudian sorenya harus menyetor lagi ke Muntilan dan kembali ke Salaman. Begitu setiap harinya, dengan sepeda kayuh,nyaris setiap harinya hampir 50 km dikayuh sepedanya untuk mendapatkan sedikit keuntungan dari jualan koran. Ah....betapa kita harus menyukuri hidup kita yang ada ini, tak perlu melihat jauh-jauh, cukup dengan bertemu dengan pak Yanto, maka kenikmatan itu semakin tterasa.

Itulah sahabat-sahabat loper saya, yang telah melayani saya kurang lebih 10 tahun, mereka sudah menjadi sahabat pasif saya. Dan alhamdulillah dengan bersahabat dengan mereka, saya merasa sepanjang jalan Yogya-Mungkid saya aman, karena ada sahabat-sahabat saya di sepanjang jalan. Dan alhamdulillah selama ini tak ada kejadian yang tidak saya inginkan. Saya masih berharap, setiap saya melewati jalan itu dan bertemu sahabat-sahabat loper saya itu, saya masih membeli koran-tabloid mereka.

Rabu, 03 September 2008

aku bersimpuh ya Allah.....


Rabbi..
Air mataku menetes deras
Pertanda nuraniku bahagia
Karena Engkau memberi satu anugerah kasih
Hingga tahun ini aku masih memeluk ramadhan.

Izinkan hamba tuk tetap memeluk ramadhan
Mendekapnya dalam tiap helaan nafas
Merajutnya dalam tiap langkah hamba
Berharap menjadi kekasih Mu ya Allah...

Aku bersimpuh ya Allah...
Keserahkan hatiku..
Kupasrahkan jiwaku
Kutundukkan kepalaku,
untuk menunggu titah Mu,
Masihkah Engkau memberi titah pada hamba Mu ini ya Rabbi...

BERITA "MIRIS"DI KOMPAS HARI INI

Pilih Suami, Lima Perempuan Dikubur Hidup-hidup
Rabu, 3 September 2008 | 10:46 WIB

ISLAMABAD, RABU — Polisi Pakistan sedang menyelidiki pembunuhan terhadap lima perempuan yang mencoba memilih suami sesuai keinginan mereka. Anggota legislatif setempat membela pembunuhan ini yang dianggap sebagai tradisi turun-temurun.

Para perempuan itu, tiga di antaranya masih remaja, ditembak, dilempar ke parit, lalu dikubur hidup-hidup sekitar setahun lalu. Pembunuhan semacam ini kerap disebut "pembunuhan demi kehormatan". Polisi mengatakan telah menahan tiga orang kerabat perempuan itu yang dianggap bertanggung jawab.

Di sejumlah kawasan yang konservatif, perempuan yang menikah atau berhubungan dengan pria tanpa sepengetahuan keluarga dianggap sebagai penghinaan. Biasanya para perempuan itu menebus "kesalahan" itu dengan nyawanya.

Pembunuhan bulan lalu itu diduga terjadi setelah para korban mengabaikan keputusan para tetua suku. Tiga di antaranya minta dinikahkan lewat pengadilan umum. Namun, ketika kasus ini dibawa ke parlemen, seorang politisi asal Provinsi Baluchistan mengatakan bahwa hanya orang yang melakukan perbuatan amorallah yang takut.

"Ini tradisi yang berlangsung ratusan tahun dan saya akan terus mempertahankannya," kata Israr Ullah Zehri, yang mewakili Baluchistan, tempat tinggal para korban, dalam sidang parlemen, Sabtu (30/8).

Pernyataan Israr itu membuat anggota parlemen lainnya marah dan mengancam akan melakukan penyelidikan atas pembunuhan itu. Hasilnya, pengadilan tinggi Baluchistan, Senin (1/9), memerintahkan penyelidikan dan menyeret pelakunya ke meja hijau. Asif Warraich, kepala kepolisian Baluchistan, pada hari yang sama mengumumkan penahanan tiga tersangka.

Pernyataan Israr itu juga menyulut aksi protes oleh 60 aktivis di depan parlemen. Mereka mengatakan, menghukum orang dengan mengubur mereka hidup-hidup bukanlah sebuah kehormatan. "Kami mengutuk tindakan barbar ini. Ini berlawanan dengan Islam, melawan kemanusiaan, dan melawan kebudayaan beradab," kata Mohammed Ibrahim, senator partai Islam, Islamist Jamaat-e-Islami.

Sanaullah Baloch, pemimpin nasionalis dari Baluchistan, membantah pengadilan brutal itu melekat dalam budaya setempat. Ia malah menuduh pemerintah gagal menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik bagi perempuan dan gadis di kawasan yang masih terbelakang namun kaya sumber daya alam itu. "Masyarakat yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi selalu frustrasi," kata Baloch

Para aktivis hak asasi manusia mengatakan, kelima perempuan itu diculik di bawah todongan senjata api oleh enam orang di desa Baba Kot. Mereka dipaksa naik mobil lalu dibawa ke sebuah ladang. Di situ mereka dipukuli dan ditembak. Setelah dilempar ke parit, tubuh mereka ditutup batu dan lumpur meski masih bernapas.

Para aktivis mengatakan, penyelidikan itu akan berlangsung lama dan sulit karena para tetua suku terlibat. Pembunuhan demi kehormatan ini diyakini banyak yang tidak dilaporkan. Komisi HAM Pakistan mengatakan, 174 perempuan menjadi korban kejahatan seperti ini selama 2005. Angka itu meningkat setahun kemudian menjadi 270 dan 280 kasus pada 2007. Angka pada lima bulan pertama 2008 sudah mencapai 107 kasus. Kelompok-kelompok pembela HAM mengatakan hanya sedikit pelaku yang dihukum

BAJU DAN SEPATU PINJAMAN

Setelah namanya dipanggil masuk dalam persidangan, hakim melihat Tergugat datang dengan terpincang dan baju batik lengan panjang yang kedodoran.
Kemudian majelis hakim menanyakan kepada Tergugat:
Hakim: "Kenapa saudara Tergugat berjalan pincang, apakah hari ini dalam keadaan sakit dan tak bisa mengikuti persidangan"
Tergugat: "Tidak bu, saya sehat dan bisa mengikuti persidangan"
Hakim: "Lalu kenapa jalannya pincang"
Tergugat: "Ini untuk menghormati persidangan, maka saya memakai sepatu pinjaman, karena saya tak punya sepatu bu"

SAYA DIPERKOSA ISTRI SAYA BU....

Dalam salah satu persidangan dimana seorang laki-laki mengajukan perceraian, kemudian majelis hakim mencoba menasehati para pihak untuk rukun kembali, dan membina rumah tangga sebagaimana tujuan perkawinan.
Hakim: "Saudara Penggugat, coba dipikir kembali keinginan untuk bercerai, kasian anak yang masih kecil, masih memerlukan kasih sayang dari kedua orang tua".
Penggugat: "Sudah saya pikirkan masak-masak bu, lagipula saya tidak menginginkan anak itu, bu"
Hakim: "Kenepa begitu?"
Penggugat: "Karena saya diperkosa istri saya bu hakim"

Selasa, 02 September 2008

KERJA DUA KALI

Tadi karena tidak sidang, saya ke kampus, dalam perjalanan teringat permintaan Vansa untuk membelikan mukena merek Dannis. Sebenarnya tahun ini saya sudah membeli mukena "kembar" saya dengan anak-anak. Tapi rupanya Vansa masih ingin memiliki mukena merek Dannis. Inilah repotnya kalau anak-anak semakin beranjak remaja, sudah tahu merek!! Ah...moga-moga aja Vansa tidak diperbudak merek.

Mumpung saya melewati toko khasanah muslim, saya pikir saya telpon anak-anak untuk memberitahu kalau biar saya aja yang belikan baju muslim dan mukena dannisnya. Lewat telpon saya coba "minta izin"
Mama: "Assalamu alaikum..."
Anak-anak: "waalaikum salam ma.."
Mama: "Ini mbak Aya atau adik?" (saya memang sulit membedakan suara telpon antara Vansa dan Caysa)
Adik: "adik ma...ada apa?"
Mama: "Dik, mama nanti mau mampir ke toko, mama carikan aja mukena dan bajunya ya?"
Adik: "Sebaiknya tidak ma, karena kalau adik dan mbak Aya gak cocok, nanti kerja dua kali lagi kan? Kita harus beli lagi?"
Mama: "Ya sudah, tapi sebaiknya gak mengganggu waktu ke masjid" (Dalam hati sebenarnya"waduh!! aku diultimatun anakku secara halus. Hehe...)

Bu Ulfa masuk koran

Hari ini kantor "heboh", karena bu Ulfa hakim senior kita masuk koran Tempo. Tadi tanpa sengaja waktu baca koranTempo, saya lihat ada bu Ulfa (yang berjilbab biru) ada di koran. Ya..kemarin waktu pulang kantor bu Ulfa memang ngomong jika mau ke pasar kaget, mau cari makanan untuk buka sahur.
E...ternyata tak disangka hari ini masuk di koran, rupanya dalam kerumunan orang yang belanja, ada wartawan koran tempo yang meliput, jadilah bu Ulfa kena jepretan. Cepret !!!

Waktu tau dirinya masuk koran, bu Ulfa yang periang itu langsung membawa koran dan memperlihatkan ke teman-teman. Waah....ini baru kena cepretan yang tidak berhadiah, gimana kalau kena cepretan yang dapat hadiah ya? Pasti bu Ulfa lebih heboh lagi ya???

CARI ISTRI SEPERTI BU HAKIM.

Setelah persidangan selesai dan dikabulkan keinginannya bercerai, saking bergembiranya si suami yang sudah berumur 78 tahun mendekati hakim.
Penggugat: "Terima kasih pak...terima kasih.....saya sudah bercerai dan bisa kawin lagi.
Hakim: (Mengernyit) "Hah...bapak mau kawin lagi??"
Penggugat: "Betul pak, tapi saya mau kawin lagi tapi mau nyari seperi ibu hakim ini (sambil menunjuk hakim wanitanya)"
Hakim: (Menggerutu) "Macam-macam aja, ingat kuburan aja pak".

MAKANAN DIBERI PASIR

Seorang istri marah dan mengajukan perceraian salah satunya disebabkan karena pernah suaminya memasukkan pasir di makanannya.
Istri (Penggugat): "Bu, saya sudah lelah memasak, tapi suami saya memberi pasir di makanan yang saya masak.
Suami (Tergugat): "Betul bu, itu karena saya jengkel karena istri saya hanya masak sayur kol yang dihangatkan sudah 3 hari. Siapa yang bisa makan bu?

SEMINGGU 8 HARI BERANTEM

Dalam persidangan, Penggugat tetap ingin bercerai, tapi Tergugat tetap tidak mau bercerai. Maka Penggugat menambah keterangan:
Penggugat: "Bu, seminggu itu kan hanya 7 hari kan? Tapi saya dan istri saya berantem 8 hari".
Tergugat: (Terdiam)

Senin, 01 September 2008

JAM KERJA SEHARI 3 KALI BERUBAH


Tahun ini hari pertama puasa bisa bersama-sama antara Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah, kecuali pengikut tarekat Naqsabandiyah yang sudah mendahului puasa sejak kemarin.
Yang "heboh" justru jam kerja di Pengadilan, justru dalam sehari bisa berganti sampai 3 kali. Aneh kan?? Semuanya merujuk pada Mahkamah Agung.

Jumat kemarin, dalam web PTA Semarang, ada edaran tentang jam kerja pada bulan Rhamadhan, yaitu masuk jam 08.30 dan pulang jam 15.30 diselingi istirahat jam 12.00-13.00, konon ini sumbernya dari telpon ke Mahkamah Agung.
Tapi edaran itu tidak beredar di Yogya, PTA Yogya belum punya edaran tentang jam kerja pada bulan Rhamadhan ini, sampai tadi pagi kami apel pagi. Akhirnya oleh ketua, diambil kebijakan tetap masuk seperti biasanya.

Siang hari, setelah membuka web Mahkamah Agung, jam kerja ternyata dimulai jam 08.30 dan pulang jam 16.00. Maka diumumkanlah perubahan ini kepada teman-teman PA Bantul.
Beberapa saat menjelang kami pulang ada perubahan lagi, bahwa jam kerja, masuk jam 08.00 dan pulang jam 16.00.

Yah...hari ini kami dibuat "bingung" oleh jam kerja yang berubah-rubah. Entah apa sebabnya!!!

TAK ADA PAKSAAN

Caysa: "mama...ini lho..mbak Aya gak mau TPA dan buka bersama di mesjid"
Vansa: "Mama...kan tak ada paksaan dalam beribadah"
Mama: "Betul....tapi kita kan perlu amal, salah satunya meramaikan mesjid"
Yang terjadi kemudian,Vansa hari ini tak ke mesjid jika sebuah keterpaksaan, tapi berjanji besok akan ke mesjid untuk mencari amal.

SELAMAT BERPUASA

Waktu berlalu
Banyak salah dan khilaf pernah dilakukan
Dengan sadar atau tanpa sengaja
Maka mohon maaf atas semuanya
Biar memasuki Rhomadhon dengan penuh keimanan
Dan kita akhiri Rhomadhon dengan penuh kemenangan.

Selamat berpuasa....