Selasa, 29 April 2008

Liburan Pertama Bersama


Liburan ke Bandung
Baru kuliah satu smester dan langsung dapat teman akrab, maka kami langsung menyusun acara liburan ke Bandung. Kebetulan Pak Wisnoe Said (bapaknya mas Hano) bertugas di bandung. Maka jadilah kami semua menginap di rumah mas Hano. Mungkin saat itu saking lugunya gak mikir “pantas tidak pantas” nginap di rumah teman laki-laki. Atau memang karena kami sudah sangat akrab, jadi perasaan risih itu tidak ada.

Waah….di Bandung, kami dijamu ibu (ibu Wisnu) sebagai anak sendiri, dimasakkan apa yang kami inginkan. Tapi ya itu……saking doyannya aku juga gak kebagian carang gesing karena sudah dihabiskan mas Hano, padahal aku capek-capek dengan ibu ke pasar belanja bahan makanan. Huuh….. nyesel bangeeet deh!! Dan sampai sekarang ini selalu aku ulang-ulang ke mas Hano. Hehe….Liburan ke Bandung
Baru kuliah satu smester dan langsung dapat teman akrab, maka kami langsung menyusun acara liburan ke Bandung. Kebetulan Pak Wisnoe Said (bapaknya mas Hano) bertugas di bandung. Maka jadilah kami semua menginap di rumah mas Hano. Mungkin saat itu saking lugunya gak mikir “pantas tidak pantas” nginap di rumah teman laki-laki. Atau memang karena kami sudah sangat akrab, jadi perasaan risih itu tidak ada.



Ucapan Ultah dari Vansa




Ucapan Ulang Tahun dari Vansa.
Ulang Tahun kemarin, Vansa memberi ucapan Ulang Tahun dengan puisi dan doa.
Terima kasih anakku….Terima kasih cintaku…..
Ini semua support bagi mama untuk mendampingi mbak Aya, kak Abil dan dik Icha.

Lesehan di Malioboro


Lesehan di Malioboro
Ini suasana lesehan di Malioboro sekitar tahun 1989. Sangat ramai dan melegenda. Setiap tamu yang datang ke Yogya, selalu aku ajak lesehan di Malioboro dan tentu hampir semua yang ke Yogya ingin juga merasakan lesehan malioboro.

Sayangnya sekarang lesehan malioboro semakin sepi, karena pernah “diracuni” dengan harga yang gila-gilaan di luar kewajaran. Akhirnya semua kena imbasnya. Pedagang banyak yang gulung tikar. Entah apa masih bisa lesehan di Malioboro jaya kembali.(Foto dengan teh Neli, teman-teman dari Bandung waktu ke Yogya

Papi bersaudara







Keluarga Papi.
Foto ini diambil tahun 1990, saat papi bersaudara masih lengkap. Masih ada papi sebagai anak tertua, kemudian Puang Sule,Puang Naidah,Puang Agus dan Puang Nurhani (tapi aku lebih akrab memanggil mereka dengan tante dan om), termasuk juga masih sehat Puang Kadir (suami puang Nurhani). Sekarang suami istri yang masih lengkap, tinggal papi dan mami), karena Puang Kadir, Puang Sule, dan Puang Tatik serta Puang Nenek yang sangat kami cintai. Semoga arwah-arwah para pendahulu kami itu diterima di sisi Allah, dan kami selalu mengingat mereka sebagai pribadi-pribadi yang membentuk kami sebagai pribadi yang tangguh. Sekali lagi…… Allahummagfirlahum…….

Senin, 28 April 2008

Sariawan Caysa


Sariawan Caysa.
Caysa.....Caysa..... ada-ada aja ulahnya!! Sariawan aja dipotret, lha....kalau sakit gigi, gimana motretnya ya dik?
(Mama selalu kangen dengan ulah usil adik)




Hari minggu itu (20-4-2008), aku betul-betul capeek sekali, karena pagi-pagi hari sudah ada teman yang datang sementara siangnya janji dengan anak-anak mau jalan-jalan. Baru selesai jalan-jalan dengan anak-anak dan mempersiapkan pakaian Abil untuk Kartinian besok paginya, e....sudah ditelpon Fatra kalau ada Meli di Yogya dan mau menemui saya.

Sudah deh...tanpa pikir panjang, aku langsung meluncur ke tempat yang kita sepakati. Aku kuatir lagi, bisa-bisa Meli salah pengertian dikirain saya gak mau menemui, seperti beberapa bulan yang lalu. Padahal posisi waktu Meli telpon dan mau main ke rumah, saya dan keluarga lagi di Kaliurang (utara Yogya), sementara jika saya ke rumahku (Selatan Yogya) memerlukan waktu lebih dari sejam. Meli saat itu sudah dekat rumah. Dan demi seorang sahabat yang telah lama tidak bertemu, walau dengan badan yang sangat capek aku jalan juga.

Ketemu Meli, semua kelelahan itu langsung sirna. Maklum selain sudah tidak pertemu hampir 23 tahun, banyak "ilmu" bisnis yang aku dapat. Maklum sekarang Meli jadi bisnisman di Banjarmasin. Mulai bagaimana bisa berbisnis dengan cara serdas dan mengamalkan prinsip: ATM (Amati Tiru Modifikasi). Moga-moga aja ilmu yang diajarkan Meli bisa bermanfaat bagi saya yang mulai belajar berbisnis.

Lalu...tak lupa juga Meli bercerita tentang "santrinova"nya, hehe..... seru juga ya..... Ayo!! Action Mel!!! Hehe....

Yk, 28 April 2008

PENGAKUAN YANG TERTUNDA


Pengakuan Yang Tertunda.

Aku hanya bisa menatap mata mas Eko di hadapanku. Aku kaget dengan pengakuannya. Pengakuan yang begitu jujur, pengakuan yang tertunda selama 25 tahun. ”Listia, aku menyayangimu, aku mencintaimu sejak mengenalmu 25 tahun silam” itu sepenggal kalimat yang terucap dari mulut mas Eko
Pengakuan yang membuat aku menundukkan wajah, sekan tak percaya. Karena yang duduk di hadapanku adalah seniorku saat aku duduk di bangku pesantren.
Untunglah kami baru selesai makan di Babaqaran resto lesehan di Yogyakarta. Jika tidak,tentu menu gurameh bakar yang sangat lezat serta tumis kangkung yang menggugah selera tak mampu kutelan.
Tanpa menunggu jawabanku, mas Eko terus mengungkapkan perasaannya bahwa sejak mengenalku, sebagai gadis kecil dengan wajah polos berambut panjang penuh keceriaan ketertarikan itu muncul.
Ya....saat itu aku masih gadis lugu, datang ke pesantren dengan kepolosan untuk menuntut ilmu. Aku tak menduga karena ternyata ada yang memperhatikanku.
”Listia, dirimu, wajahmu, keseharianmu masih terekam jelas di benakku” kalimat itu keluar lagi dari mulut mas Eko seakan untuk memperkuat kalimat-kalimat sebelumnya.
Aku mulai mengangkat kepala, mencoba memberanikan diri menatap wajahnya. Dan aku melihat pancaran kejujuran dari sinar matanya.

Sesaat kemudian, terbayang kembali saat perkenalan pertama kami di kampung temanku Ifah di kawasan Dieng Wonosobo. Ya....saat itu liburan pertengahan tahun. Karena liburnya tidak panjang, maka aku memutuskan untuk tidak pulang ke kampung halamanku di Bone, tapi cukup berlibur di rumah sahabat akrabku.
Selain aku, ada juga kakak kelasku mbak Ajeng dan mbak Datik yang ikut berlibur bersama kami.

Perjalanan dari pesantren menuju rumah Ifah memang sangat melelahkan, berliku dan menanjak. Untungnya aku terbiasa melakukan perjalanan ke kampungku Bone, jalan menuju Bone lebih terjal, kiri jurang kanan gunung batu. Sehingga terasa berbeda jika menempuh perjalanan menuju Wonosobo yang sangat sejuk, karena kiri kanan jalan terhampar pemandangan hijau yang menyejukkan mata, membuat kekaguman tersendiri, sehingga sangat di sayangkan jika semua ini terlewatkan. Beda dengan Ifah, yang sudah terbiasa menempuh perjalanan ini, sehingga goyangan bus yang tidak begitu penuh ditambah kesejukkan udara, membuat Ifah sudah terbuai mimpi. Biarlah dia bermimpi dengan indah batinku. Aku ingin memimpikan tentang sesuatu, tentang keindahan alam Wonosobo. ”Ah.....andai kelak suatu waktu aku bisa meniti hari di desa yang penuh kedamaian ini” batinku yang tak jelas muncul dengan tiba-tiba.
Tanpa terasa kami telah sampai ke desa Ifah. Kami harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki sekitar 500 m dari tepi jalan untuk sampai ke rumah Ifah. Sepanjang jalan dengan bwaaan baju yang cukup berat kami isi dengan percakapan dan rencana acara besok pagi. Yah....acara pertama adalah main di sungai kecil dan mampir ke rumah kak Eko Prihandoko. Ah...rasanya aku tak perlu membantah, karena sebagai tamu, aku pasrah saja. Toh pasti semuanya meneyenangkan.

Setiba dirumah Ifah, kami disambut ibu Ifah yang sangat ramah. Sejenak kami duduk di ruang tamunya yang bersih dan berhawa sejuk. Rumah model Jawa, yanbg penuh kehangatan, dengan kursi-kursi kayu jati. Kemudian kami disuhuhkan teh panas dengan singkong goreng. Serta merta mbak Ajeng dan mbak Datik meminum dan melahap singkong goreng yang hangat. Aku yang walau telah 2 tahun tinggalkan kampung halaman, masih sulit juga menikmati teh yang beraroma melati. Tapi demi menghormati ibu Ajeng yang telah bersusah payah menyuguhi kami, maka aku meminum juga teh melati tadi walau hanya sesruput.

Setelah meminum dan menyantap kami menuju kamar yang sudah dipersiapkan ibu Ifah, dan bersiap-siap untuk mandi dan makan malam. Saat makan malam kami banyak bercerita tentang keseharian kami selama di pondok dan hal-hal yang lucu serta yang menyedihkan yang kami alami. Setelah makan malam, karena bandan sangat letih, kami masuk kamar dan langsung tertidur pulas.

”Listia....” mas Eko memanggilku menyadarkanku akan lamunan saat pertama kali bertemu.
”Waktu kamu, Ifah,Ajeng,Datik datang ke rumahku, aku langsung tertarik padamu, dan sampai saat ini masih terlukis jelas dalam ingatanku. Kamu memakai baju berwarna ungu, rambut diikat kuncir kuda” lanjut mas eko.
”Ah.....jangan diucap lagi! Malu ah...” aku tersipu-sipu .
”Di rumah mas Eko kita makan rujak, yang buahnya diambil dari pohon di halaman ya mas....” aku mencoba menghilangkan kegelisahanku dengan menimpali kenangan-kenangan yang diungkap mas Eko.
” Setelah itu kita main di sungai dekat rumah Ifah dan jalan-jalan ke candi Dieng, wow...menyenangkan sekali” dengan mata berbinar-binar mas eko bercerita kejadian 25 tahun yang lalu, seakan-akan baru terjadi dalam hitungan hari.
Akihirnya kami saling cerita tentang liburan kami yang tanpa direncanakan menjadi liburan bersama dengan mas Eko.Sampai akhirnya kami harus kembali ke pesantren setelah masa liburan usai.

”Listia....”lagi-lagi mas Eko memanggilku dengan lembut.
”Setelah di pesantren, kita memang jarang bertemu, tapi aku selalu mengikuti setiap gerak langkahmu walau dari jauh. Aku sering sengaja menunggumu di depan asrama Ancient hanya berharap kamu lewat saat sholat Magrib. Tentu kamu tak melihatnya, karena kamu asyik bercengkrama dengan teman-temanmu. Tapi bagiku ini sudah cukup membahagiakan”
”Listia...kadang juga saya mengikuti teman yang hendak menemuimu, walau aku tau aku hanya akan dicuekin, bagiku ini tak apa-apa, karena berada di dekatmu dengan hati yang berdegub kencang menjadikan ini suport bagi hidupku.
”Listia.....”lagi-lagi mas Eko kali ini memanggilku dengan mata penuh sayu.
”Aku juga tau bahwa banyak teman-temanku yang menyukaimu, berharap cinta darimu. Tapi semuanya kau tolak. Ini membuatku semakin tak punya keberanian untuk menyatakan perasanku padamu, walau aku tau rasa cintaku begitu dalam padamu. Ah....Listia....!!” Terdengar kegeraman yang menyakitkan di kalimat akhir mas Eko.
Aku hanya diam,diam dan membisu. Aku tak mampu berkata-kata, hanyut dengan perasaan mas Eko yang begitu dalam.
”Setelah aku menyelesaikan pendidikan, aku masih selalu mengingatmu dan berharap kita masih saling bertemu. Silaturrahmi itu aku jalin dengan tetap berusaha menyuratimu dalam setiap kegiatanku. Ya....itu aku lakukan karena aku tak ingin kehilangan kamu, Listia” kata mas Eko menekankan kalimat terakhir.
”Mas, aku juga selalu rajin membalas surat yang mas Eko kirimkan kan?” jawabku untuk meredakan perasaan mas Eko.
Tanpa menanggapi apa yang baru saja aku ungkapkan, mas Eko tetap saja melanjutkan.
”Aku juga tetap rajin menyuratimu ketika kamu tamatkan pesantren dan melanjutkan kuliah di Yogyakarta, walau kemudian kita seakan-akan putus komunikasi. Tapi hatiku tetap selalu dan selalu mengingat kamu”
”Setiap datang ke Yogyakarta, di hatiku selalu berkata:”Listia.....kamu dimana???”, dan bagiku ini sudah cukup. Karena aku kemudian mengetahui kamu telah menikah dan telah dikaruniai anak, demikian juga aku”.
Aku hanya bisa diam dan diam....tak mampu lagi berkata apa-apa.
”Listia, kamu gak pernah ingin tau kabarku kan? Ini semua karena kamu tak pernah perduli dengan aku kan?” Tiba-tiba aku disentakkan pertanyaan yang tidak bisa kujawab serta merta.
Aku menatap wajah mas Eko, aku melihat tatapan yang tajam,seakan-akan menembus jantungku.Aku menghela nafas panjang.
”Mas, kenapa ini mas katakan? Seakan-akan aku dihakimi?Apa diamku menunjukkan aku tak mengingat dan mengenal mas Eko? Rasanya kok tidak. Andai ada orang yang menanyakan padaku, apakah aku mengenal Mas Eko, tentu akan sesegera mungkin aku jawab:YA”, tiba-tiba aku punya kekuatan untuk menjawab.
Aku melihat mas Eko kaget dengan pernyataanku barusan. Mungkin tak menyangka selama ini bahwa aku juga mengingatnya, tapi dalam hatiku aku berharap bahwa mas Eko tak membaca hatiku, yang juga merindukannya, mengingatnya, mengaguminya, ah....biarlah ini aku pendam sendiri, dan tak ada yang mengetahui kecuali hatiku dan Tuhan”
Samar-samar terdengar lagu Kaulah Segalanya dari Ruth Sahanaya:
Mungkin hanya Tuhan...
Yang tau segalanya...
Apa yang kuinginkan
Di saaat-saat ini

Kau Takkan percaya
Kau selalu di hati
Haruskah ku menangis
Tuk mengatakan yang sesungguhnya

Kaulah segalanya untukku
Kaulah curahan hati ini
Tak mungkin ku melupakanmu
Tiada lagi yang kuharap hanya kau seorang

Sejenak kami terdiam, sama-sam menikmati lagu yang sangat pas dengan suasana batin kami.

”Listia....” lagi-lagi mas Eko memcah keheningan.
”Aku ingin marah, tapi tak bisa, Aku ingin berontak, tapi tak kuasa, saat masih di pesantren dengan penuh perasaan aku menulis surat cinta untuk ungkapkan perasaanku. Mungkin bagimu ini hanya sebagai picisan, tapi tidak bagiku!! Karena sampai saat ini perasaan itu masih menempel kuat dalam sanubariku.Tapi sayangnya balasan yang kuterima darimu adalah balasan surat yang tak punya ruh, sangat datar!!”, mas Eko menekan di kalimat akhir.
Aku hanya bisa diam dan diam, dan tak terasa sudah 3 jam kami duduk bersama, dan terasa begitu banyak hal bisa aku dapatkan selama 3 jam kebersamaan kita ini. Paling tidak ada satu rasa haru bahwa dari banyak lelaki yang menaruh hati padaku, mas Ekolah sebenarnya yang pertama mencintaiku.

”Mas....udah yuk...mas harus pulang kan? ”, aku mencoba mengakhiri pembicaraan kami, karena aku tak ingin terlalu hanyut dengan perasaanku.
”Oke....oke......tapi bolehkah aku mengatakan sesuatu yang aku pendam selama 25 tahun?, mas Eko menatapku dengan tajam.
”Listia....aku menyayangi dan mencintaimu, selamanya....” tanpa menunggu persetujuanku, mas Eko menyatakan perasaannya dengan mantap.
Aku hanya menunduk.....dan aku tak ingin menjawabnya, karena bagiku apapun jawaban yang aku berikan, takkan merubah semuanya. Karena kami sekarang telah memiliki keluarga yang sangat membahagiakan kami.Hanya batinku menjawab:” Ya mas....aku juga mencintaimu...”

Dan akhirnya kami meninggalkan resto babaqaran dengan membawa perasaan masing-masing, perasaan cinta yang terpendam saat kami sama-sama di pesantren, dimana perasaan itu diungkap setelah 25 tahun berselang. Ya....ini sebagai pengakuan yang tertunda tapi sangat melegakan. Kami meninggalkan diiringi lagu Engkau Masih Kekasihku dari Naff yang lagi-lagi seakan-akan mewakili perasan kami masing-masing
Jauh di lubuk hatiku
Masih terukir namamu
Jauh di dasar jiwaku
Engkau masih kekasihku

Tak bisa kutahan laju angin
Untuk semua kenangan yang berlalu
Hembuskan sepi,
Merobek hati

Meski raga ini tak lagi milikmu
Namun di dalam hatiku sungguh
Engkau hidup entah sampai kapan
Kutahankan rasa cinta ini

Dan kuberharap semua ini
Bukanlah kekeliruan seperti yang kukira
Seumur hidupku
Akan menjadi doa untukmu

Andai saja waktu masih bisa terulang kembali
Akan kuserahkan hidupku di sisimu
Namun kutau itu takkan mungkin terjadi
Rasa ini menyiksaku
Sungguh-sungguh menyiksaku

---------------------------------------------

Seminggu berselang dengan pertemuan dengan mas Eko, aku mendapat sms dari teman mas Eko::
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun,telah meninggal dunia sahabat kami, kakak kami, dan adik kami Eko Prihandoko pada hari Jumat disebabkan karena kecelakaan. Semoga arwah almarhum diterima disis Allah SWT dan keluarga yang ditinggal diberi ketabahan. Amien....Kupenjamkan mataku dan berucap amien..... Ternyata 3 jam telah menghantarkan cinta kami untuk selamanya. Ya...akhirnya aku menyebut pertemuan kami itu sebagai pertemuan 3 jam untuk selamanya.

Minggu, 27 April 2008

BIARKAN


Aku tak ingin dipaksa
Untuk berkata: "ya aku mau" untuk hal yang aku tak ingin.
Karena aku tak ingin berdusta
Dan menganggapnya sebagai angin

Kujunjung sebuah naluri
Sebagai pancaran jiwa
Kemanapun kuberlari
Untuk gapai sebuah asa

Aku tak mau ditekan
Agar mengangguk dan aku ingin menggeleng
Karena aku inginkan
Semua berjalan langgeng

Biarkan semua berjalan
Dalam titian kasih
Tanpa ada resah
Hingga dapatkan sebuah kelapangan.

(Yk,27 April 2008)

Sabtu, 26 April 2008

Mas Hano dan selera makan



Kalau bicara tentang makanan, untuk lingkaran saya mas Hano ini mungkin bisa jadi referensi yang handal. Makanya tak perlu heran, berat badannya gak pernah di bawah 50 kg!! Hehe.... Dan ini sudah berjalan lama, sejak kami kuliah di fakultas Hukum UII. Hanya sayangnya saat itu dengan dompet "mahasiswa" kita pun berburu makanan yang kelas mahasiswa.
Kalau ukuran "porsi" makanan, tentu sesuai dengan kapasitas "tank"nya kan? Makanya, sering kami pergi makan bareng, dan mas Hano dengan porsi ganda, hehe... Aku pernah sekali "nambah" dan mas Hano tidak nambah (karena barusan makan), e.....cerita itu "diulang-ulang" sampai sekarang. Andai itu kaset, tentu sudah kendor pitanya karena seringnya cerita itu diulang-ulang. Makanya kalau sekarang ketemu dan ada acara makan-makan,saya mau nambah aja, biar lagu lama diganti dengan lagu yang terbaru. Hehe... Tapi sudah beberapa kali makan bareng, saya gak sempat nambah atau bahkan gak makan, jadi mas Hano masiiiiih aja dengan lagu lamanya. Apes deh!! hehe...

Aneka Bakso di Borobudur plaza

Borobudur plaza, tempat ini dari tahun ke tahun berganti warna dan berganti "dagangan", mulai bakso, kemudian bakmi, bakery, dan sekarang telah menjadi tempat penjual hp. Saya masih menyimpan sebuah foto di tahun 1988, saat makan bakso dengan mas yayak, Eny, Ima dan Yoyok.

Menikmati Parangtritis dari Bukit

Siapa tak mengenal parang tritis dengan pantainya yang eksotis tapi juga sangat membahayakan. Ternyata menikmati parangtritis tak harus dari tepian pantainya, karena kita bisa menikmatinya dari bukit-bukit sebelah utara parangtritis.
Sangat indah...karena kita bisa memandang parangtritis dari ujung ke ujung dan juga tentunya aman karena tidak takut disapu ombak!!
(Foto diambil tahun 1990, dengan Budi,Ima dan Endah)

Jumat, 25 April 2008

Bersama keluarga Salim Assagaf




Bersama keluarga Salim Assagaf
Menilik namanya aja pasti di benak kita adalah komunitas Arabian. Dan ini memang tak terbantahkan. Kami-kami yang bukan Arab menjadi ”minoritas”, yang kadang hanya senyum-senyum sendiri karena kok kami bisa ”terdampar” di keluarga ini.

Tapi tentu ini tak masalah, karena abahnya Ima serta umi sangat baik dengan kami, begitu juga dengan saudara-saudara Ima (kak Erik, kak Ida,Kak Fahi,kak Fami dan dik Al). Semuanya ok banget....dan kami bisa membaur. Hanya akhirnya kami mendapat tugas untuk ”mengawal” Ima keman-mana. Jika kami yang izin untuk keluar dengan Ima, pasti diizinkan. Jadi sering sekali demi Ima kami harus susah-susah payah izin ke kakak-kakak Ima biar Ima bisa keluar di luar jam kuliah.

Umi memang mendidik anak-anaknya dengan ketat, waktu sholat, saat mengaji dan kuliah semua selalu dalam pantauan, sehingga memang terbukti keluarga Ima semua sukses di bidang masing-masing.

Sebagai keluarga muda, tentu ada yang bisa kita ambil dari pola didik umi, tapi tentu tidak semuanya karena zaman telah berganti.

Ucapan Hari Ibu dari Caysa



Ucapan caysa di hari ibu..Entah Caysa sudah memahami makna hari ibu atau hanya sekedar ikut-ikutan mbak Aya (Vansa), yang pasti setiap hari ibu pasti ada kartu ucapan dari anak-anak. Indah sekali dan sangat menyentuh…. Terima kasih anakku, jiwaku…. Mama menemukan kalian di hati mama, selalu dan selalu

Vansa dan Boneka kesayangan




Vansa dan Boneka,
Boneka Vansa sangat banyak, dan beragam. Waktu kecil, cenderung mengikuti ”trend” tokoh-tokoh yang lagi top. Misalnya boneka Susan, Sponge Bob, Dora, dll. Dan seiring berjalannya waktu, ada yang tetap abadi,tak lekang oleh zaman yaitu boneka Bear. Berbagai koleksi, dari yang terkecil sampai yang terbesar. Sayangnya yang besar karena berubah fungsi menjadi bantal, akhirnya lama-lama rusak.

Dan sekarang Vansa lagi tergila-gila dengan boneka kura-kura, bersamaan dengan kegandrungannya memelihara kura-kura. Vansa mempersiapkan makan, tempat yang nyaman untuk kura-kura. Dan jika ada kura-kuranya yang mati, maka kesedihan panjang akan mendera Vansa.
Entah sampai kapan kegandrungannya ini akan bertahan.

Lukisan anak-anakku


Lukisan-Lukisan anakku
Saya sebenarnya tak memerlukan lukisan berkaliber dunia. Karena lukisan-lukisan anakku sudah cukup untuk menyemarakkan dinding rumah. Abil dan Vansa mempunyai bakat untuk melukis, sayangnya dengan kesibukan mereka di sekolah dan kegiatan-kegiatan lain, menyebabkan kegiatan menggambar dan melukis yang notabenenya nenerlukan waktu dan suasana yang nyaman (tidak kemrungsung) sulit sekali mereka dapatkan. Karena pulang sekolah sudah dalam capek. Dan hari-hari libur sudah terisi dengan acara yang lain.

Vansa sebenarnya masih menginginkan untuk tetap menggambar, hanya sayangnya Vansa inginnya gurunya yang datang ke rumah, tapi sayang gurunya sudah pindah rumah dan kami sendiri tak tau kemana pindahnya. Kami sudah mencoba memasukkan ke sanggar, tapi suasana sanggar yang ”riuh” membuat Vansa merasa kurang nyaman.

Koleksi Uang Abil








KOLEKSI UANG ABIL.
Entah dari mana asal mulanya, tiba-tiba Abil memulai mengoleksi uang dari berbagai negara termasuk uang RI. Sejak kelas 3 SD, Abil rajin masuk keluar tempat-tempat yang mengoleksi uang, dan akhirnya Abil akrab dengan komunitas yang tentu berbeda umur dengannya. Ini membuat kadang penjual ”kasihan” dan memberi harga murah untuk uang-uang yang diminati Abil.

Hanya pernah ”kecolongan” karena uang yang tersimpan ”dicuri” pembantu sementara. Maklum yang disimpan, termasuk uang-uang yang RI yang baru terbit. Aduuh....kasihan juga.... Padahal koleksi itu didapatkan dengan menyisihkan uang jajannya.


Kamis, 24 April 2008

Di stasiun Surabaya


Begini nih kalau sudah jalan rame-rame.....pasti heboh!! Begitu juga waktu dengan teman-teman kuliah ke Surabaya, biar di stasiun juga main foto melulu. Entah posisi siap difoto atau tidak, yang jelas....pret-pret!!

belajar saham di bes


Belajar Saham di Bursa Efek Surabaya.
Ternyata saham-persahaman itu gak mudah ya....bisa buat stres. Saya yang sehari-harinya hanya membaca di koran itupun hanya sepintas, diajari simulasi transaksi di Bursa Efek Surabaya. Ternyata ruwet juga..... Maklum perubahan berlangsung dalam hitungan detik. Alhasil untuk uji coba pertama, kelompokku minus, hehe.... Tapi untuk transaksi kedua kami ok punya bo....lumayan, rangking 4.
Banyak hal-hal yang akhirnya menjadi "lelucon", misalnya teman-teman perokok, memborong saham-saham dari pabrik rokok, mungkin mereka kuatir pabrik rokoknya ditutup, atau juga teman yang bapaknya di pertambangan melepas sahamnya, dstnya. Ternyata walau hanya simulasi, tetap seru juga!!

Makam keluarga oma dan opa


Opa Yus Yustinus Korinus, lahir tanggal 12 Juni 1906 dan meninggal tanggal 31 Maret 1974, sedangkan oma Louise Paulina Parengkuan, lahir tanggal 12 Maret 1905 dan meninggal tanggal 19 Juni 1990.Keduanya dimakamkan dalam satu "tugu",sehingga "berdampingan".

Ketika opa meninggal, saya masih kecil, masih 5 tahun. Tapi saya masih ingat, berhari-hari opa disemayamkan,kemudian dimakamkam, dan hampir tiap hari kami mendatangi makam opa, dengan tidak lupa membawa "makan" untuk opa. Yang akhirnya kami cucu-cucu jika ingin makan, maka kami harus "meminta" pada opa. Saya ingat betul, waktu itu kami selalu membawa makanan kesukaan opa, yang juga kebetulan kesukaan kami cucu opa. Maka sesaat setelah makan opa tadi diletakkan di kuburan, kami juga langsung "meminta" pada opa.Hehe....

Kebiasaan mendatangi makam ini tetap dipertahankan oma dan saya termasuk paling sering diajak, karena saya sangat dekat dengan oma. Maklum tanggal lahir kami hanya selisih sehari. Setiap ada moment-moment tertentu, oma selalu mengajak saya untuk ke kubur. Saat opa ulang tahun, dan saat natal itu sudah menjadi kewajiban.

Akhirnya, saya punya kedekatan dengan makam oma dan opa. Setiap pulang Manado, rasanya saya harus juga menyempatkan diri untuk mendatangi makam mereka. Sekarang makam itu semakin penuh, karena 3 kakaknya mami telah dimakamkan di situ, termasuk juga keluarga oma dan opa. Kelak kami semua juga akan dimakamkan disana.

makan di gudeg pawon

Yogya memang hidup 24 jam, jadi tengah malampun gak perlu takut kelaparan. Ada gudeg yang sangat terkenal justru baru buka jam 23.30 WIB, sangat laris!! Padahal tempat jualnya, jauh dari kesan sebuah warung, karena langsung di jual di dapurnya, makanya orang sering menyebutnya gudeg pawon. Kita pembelipun makan di "pinggiran" rumah, bukan seperti kios makan yang ada meja dan bangku yang berjejer.

Herannya kok ya banyak sekali pelanggannya. Padahal kalau menurut saya, gudeg itu dimana-mana sama aja (dasar bukan foodi!! hehe...) Hanya sepertinya "sensasi" yang kita dapat, karena tengah malam, di gang sempit plus kita tak perlu berpakaian rapi. Pake baju rumah juga nyaman, karena tak ada pengunjung yang datang dengan pakaian resmi dan rapi (misalnya berdasi, pakai jas, atau untuk wanita berkebaya, hehe)

Sekali lagi...bagi yang ingin "bersensasi" dengan makan fresh from oven di tengah malam, mungkin gudeg pawon di jalan Janturan ini salah satu alternatifnya.

Ada apa (lagi) dengan peraturan Poligami?


Ada apa (lagi) dengan peraturan Poligami?

Berita infoteiment akhir-akhir ini dipenuhi dengan berita tentang Poligami dai kondang Aa Gym,sampai sampai pemerintah ikut terusik .Sebenarnya poligami bukan hal yang baru, karena sejak adanya peradaban manusia pola poligami telah ada dan menjadi bagian dari peradapan manusia.Demikian juga di Indonesia, poligami telah telah dijalankan oleh sebagian masyarakat. Kita membaca bagaimana sejarah mencatat raja raja yang berkuasa nyaris mempunyai selir atau isteri lebih dari satu.Tapi ini tetap menarik, apalagi menurut berita, Presiden akan memperbaharui lagi tentang aturan-aturan poligami, dimana bukan hanya PNS tapi akan diperluas,termasuk juga pejabat Negara, tokoh masyarakat. Tentu ini akan lebih mempersempit kemungkinan seorang pria berpoligami.

Sekali lagi, poligami bukan hal yang baru,tapi itu semua berubah dengan adanya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang pada azasnya menganut faham monogami, hal ini tercantum dalam pasal 3 (1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.Tapi kemudian pembentuk undang-undang perkawinan ini rupanya menyadari betul bahwa ini tak bisa diberlakukan secara mutlak dan peluang untuk poligami juga masih ada, hal ini diatur pada ayat (2)Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan. Penjelasan dari pasal 3 ayat (2) ini menyebutkan: Pengadilan dalam memberi putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut pasal 4 dan 5 telah dipenuhi harus mengingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon suami mengizinkan adanya poligami. Sayangnya dalam penjelasan ini tidak dijelaskan siapa-siapa saja yang dimaksud dengan fihak-fihak yang bersangkutan, justru yang dijelaskan tentang ketentuan hukum agama dari calon suami jika berkeinginan poligami,yang di Indonesia nyaris semua agama tidak mengizinkan suami untuk berpoligami, hal ini mengesankan bahwa pasal tentang poligami ini hanya diperuntukkan bagi umat Islam.

Kembali ke pemahaman fihak-fihak yang bersangkutan, umumnya selama ini yang terjadi yang mengajukan izin poligami di pengadilan adalah pihak laki-laki (suami ) yang ingin beristeri, tapi sebenarnya jika mau memahami dan melakukan terobosan tentu sah-sah saja jika isteri atau calon isteri bahkan mungkin wali dari calon isteri mengajukan izin poligami. Hal ini beberapa kali muncul di persidangan, bahwa keinginan agar suami berpoligami justru datang dari isteri, tapi dalam permohonan poligami sang suami sebagai pemohon.

Lalu, bagaimana UU No 1 tahun 1974 ini mengatur batasan-batasan tentang poligami? Hal ini termuat dalam pasal 4 (1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Ayat (2) Pengadilan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b.Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 5 (1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a.adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;b.adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka. Ayat (2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/ isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.Dalam penjelasannya pasal 4 dan 5 tidak dijelaskan lagi karena dianggap cukup jelas. Dari pasal 4 ayat (1) huruf a-c Undang-undang ini untuk sementara kalangan aktifis perempuan dianggap sebagai “diskriminasi”karena seakan-akan penyebab diizinkannya poligami karena keadaan,kelemahan,kekurangan seorang isteri.Seharusnya kita tidak akan sampai pada stigma sedemikian, karena tentu jika kelemahan,kekurangan ada pada seorang suami, tentu suami tak punya keberanian untuk berpoligami. Demikian juga dengan pasal 5 ayat (1), kita harus menerjemahkannya sebagai syarat minimal yang harus dipenuhi dari seorang suami. Dalam diskusi terbatas, penulis pernah melemparkan ide, bahwa jika hendak poligami, dimungkinkan adanya perjanjian pra poligami sebagaimana adanya perjanjian pra nikah, dimana suami, isteri dan calon isteri duduk bersama membuat perjanjian-perjanjian yang akan mengikat suami,isteri dan calon isteri, misalnya bagaimana pengaturan jadwal kunjung, kedudukan isteri pertama terhadap isteri kedua,suami mentediakan tempat tinggal isteri dan calon isteri tak boleh dalam satu rumah demi menjaga perasaan isteri, dll. Dimana dengan perjanjian pra poligami tersebut, posisi isteri akan lebih terlindungi daripada pernyataan-pernyataan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 (2) yang akan diajukan di depan pengadilan.

Sebagai pelaksana UU No 1 tahun 1974, Presiden RI telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, tentang poligami(beristeri lebih dari seorang) diatur Dalam Bab VIII pasal 40 sampai pasal 43.Sebagai peraturan pelaksana, tak ada yang baru yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali lebih merinci apa yang termuat dalam UU No 1 Tahun 1974, misalnya dalam pasal 41 huruf c.Pengadilan kemudian memeriksa ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak dengan memperlihatkan:i. surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja;atau ii. Surat keterangan pajak penghasilan; atau iii. Surat keterangan lan yang dapat diterima oleh Pengadilan. Dengan penjelasan ini seorang suami dituntut untuk mampu secara materi, bagaimana jika justru calon isteri yang lebih mampu secara meteri kemudian justu menjamin kehidupan suami isteri tersebut, apakah Pengadilan dapat menerima permohonan poligami tersebut? Dalam undang-undang tidak mengatur hal tersebut, sehingga dituntut kemampuan hakim untuk melakukan terobosan dalam memahami dan menerapkan hukum.

Sebenarnya dalam Peraturan Pelaksana ini memuat tentang ketentuan Pidana bagi barang siapa yang melanggar diantaranya pelanggaran beristeri lebih dari satu tanpa izin (pasal 45). Tapi dalam prakteknya pasal ini jarang dipergunakan, tetapi yang lebih sering dipergunakan adalah KUH Pidana tentang perzinahan.

Selain ini, ada juga peraturan yang mengatur tentang poligami lebih spesifik lagi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan PP No 10 tahun 1983. Peraturan ini khusus mengatur untuk Pegawai Negeri Sipil Sedang menurut peraturan ini yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah:1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud dengan Undang-undang No 8 Tahun 1974; 2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu: (a) Pegawai Bulanan di samping pensiun; (b) Pegawai Bank milik Negara; (c) Pegawai Bank milik Daerah; (d) Pegawai Bank milik Daerah; (e) Pegawai Bandan Usaha Milik Daerah; (f) Kepala Desa, Perangkat Desa dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa; Dalam PP No 10 tahun 1983, poligami diatur dalam pasal (4),(5),(9) dan pasal (10). Dari keempat pasal, tentang syarat-syarat poligami terdapat dalam pasal 10,yang isinya nyaris sama dengan syarat syarat yang telah dikemukakan di atas. Peraturan yang cukup agak urgen antara kedua PP ini adalah pada PP No 10 Tahun 1983, seorang PNS wanita masih dibolehkan untuk menjadi isteri kedua, ketiga atau keempat dari seorang laki-laki yang bukan PNS (pasal 11), dimana pada PP 45 Tahun 1990 pasal ini dihapuskan seluruhnya, artinya peluang seorang PNS wanita untuk menjadi isteri kedua,ketiga, keempat sudah tertutup.

Ternyata belum cukup dengan peraturan-perturan di atas pemerintah mengatur poligami, pemerintah masih merasa perlu untuk menambah paying hukum tentang poligami, maka keluarlah Inpres No 1 tahun 1991 yang lebih kita kenal dengan Kompilasi Hukum Islam. Walau tidak masuk sebagai tata urutan peraturan perundang-undangan, tapi masih banyak hakim-hakim di Pengadilan Agama menjadikan KHI ini sebagai dasar pengambilan putusan.Poligami dalam KHI diatur dalam pasal 55 sampai 59, dalam KHI juga tidak ada hal yang lebih urgen dibanding UU,maupun PP.

Lalu masih adakah yang belum diatur dari sekian banyak peraturan poligami? Rasanya sudah cukup, dengan berbagai syarat yang ada saja, sudah menjadikan seorang suami berpikir berkali-kali untuk melakukan poligami apalagi jika suami tersebut memahami betul bahwa aturan tentang poligami sangat berat. Demikian juga UU dan peraturan yang ada sudah cukup bagi hakim, untuk menerapkan dalam putusan, kalaupun ada kendala di kemudian hari masih terbuka peluang bagi hakim untuk menggali hukum yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat.

Sebenarnya pemerintah tak perlu tergesa-gesa menambah atau merubah peraturan tentang poligami,ada baiknya pemerintah menyiapkan pendidikan keluarga sejak dini, dimana nilai-nilai tanggung jawab sebagai seorang suami, isteri, juga masuk dalam pendidikan anak-anak didik.Sehingga sejak dini anak-anak kita akan memahami betul keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah itu seperti apa.Hal ini tentu akan berimbas kelak jika ia akan menjadi seorang suami dan isteri. Dia akan betul-betul bertanggung jawab dan pada akhirnya jika poligami bukanlah sikap yang bertanggung jawab, maka dengan sendirinya tentu tidak akan dilaksanakan.

Nur lailah Ahmad,




Kartu Ucapan Vansa

Anak-anakku terbiasa memberi perhatian di hal-hal yang kecil, termasuk Lebaran. Mungkin belum cukup jika diucapkan dengan salaman, tapi juga perlu dengan kartu ucapan yang sederhana, karena dibuat sendiri. Kartu-kartu ucapan ini sangat mengesankan dan sangat berarti bagiku.

PA Mungkid punya kantor baru



Sebentar lagi kami akan menempati kantor baru, kantor yang lebih representatif dibanding kantor yang sekarang. Lebih luas, lebih baik. Moga-moga dengan kantor baru diikuti juga semangat baru. Uhuy........
Baru-baru ini kantor kami dikunjungi pejabat-pejabat dari Mahkamah Agung, untuk melihat layak tidaknya kantor kami jika diresmikan oleh Ketua MA.Kalau layak, tentu kami punya gawe besar, datangkan orang Nomer Satu di lembaga peradilan. Waw....

Selasa, 22 April 2008

CAYSA DI HARI KARTINI




CAYSA DI HARI KARTINI,
Ini peringatan hari Kartini saat Caysa masih di TK. Pentas seni dan drama tentang perjuangan emansipasi wanita. Seru karena bisa dimaklumi gimana ”blepotannya” pentas drama itu. Ger-geran karena dialognya di luar skenario, atau bahkan terlalu kaku karena seperti hafalan, nyrocosssss....tanpa nafas,mungkin sama juga saat kita kecil menghafal sajak Gajah.

Sayangnya ”tradisi” ini tidak berlanjut ke SD, entah apa yang menjadi pertimbangan guru-guru mereka, apa merasa bahwa mengenalkan sosok kartini cukup dengan sistem pembelajaran di depan kelas, dan tak perlu bentuk ”visual”. Satu sisi meringankan saya sebagai orang tua karena tak perlu mempersiapkan "kostum Kartini, tapi di sisi lain saya kuatir, apa nilai-nilai perjuangan Kartini akan sampai ke anak-anak kita sekarang. Atau gurunya berpikir kalau zaman sudah berubah, emansipasi sudah mejadi ada dan berkembang di sekeliling kita.

Ini berbeda dengan Abil, yang notabenenya kelas Internasional, yang dalam kurikulumnya sudah tidak ada bahasa Jawa, tapi saat hari Kartini, merekadiwajibkan menggunakan busana adat jawa. Dan jadilah Abil berbusana Jawa, walau saat menggunakan, ”ngomel-ngomel”, karena gak bisa jalan dan lumayan ribet. Tapi ternyata setelah dipakai, senang juga karena merasa cakep, dan pede sebagai orang Jawa.

Teman-Teman Magister Hukum Bisnis UGM

Teman-Teman Magister Hukum Bisnis UGM.
Begini nih kalau teman-teman sudah buat acara, pasti heboh dan seru. Gak tau yang muda dan yang tua, semua berbaur jadi satu. Pak Juri dan pak Sugeng yang perwira polisi enjoy dan berbaur, gak menempatkan diri sebagai sosok yang sangar, Bunda Laras selalu dengan sikap keibuan, ”momong” anak-anak, menyediakan rumah untuk tempat berlajar. Pak Herry menjadikan rumahnya sebagai base camp. Hakim-hakim dengan sukarela menyediakan bahan-bahan yang berkaitan dengan UU dan peraturan. Pokoknya semua baur membaur membuat kekompakkan kita sangat kental.

Fadlun Budi Sulistyo Nugroho

























Budi Sahabatku...

Kami saling mengenal sejak kuliah perdana
Merajut hari bersama di kampus dan luar kampus.
Keluarga berbaur menjadi satu.
Sahabat Budi juga sahabat kami

Saat kuliah
Intensitas kita bertemu hampir setiap hari
Kita bersama dalam senat mahasiswa
Kita bersama pada waktu luar kuliah

Saat kita dirudung masalah,
Kita saling mencoba mengurai
Untuk melerai benang kusut
Menjadi alur yang indah

Bicara dengan Budi menghasilkan keteduhan
Bercerita dengan Budi akan mendapat ketentraman

Saat ini, waktu telah berganti
Kita masih dekat
Walau dengan intensitas yang kurang
Tapi kekentalan yang tak mencair
Dan ini akan kita pertahankan.

Senin, 21 April 2008

mbak Umi Saidah dan kak Sholeh Hasan







Kak Sholeh dan mbak Umi Saidah,
Hari minggu (20-4-08) pagi, tiba-tiba telpon saya berbunyi. Hah…dari kak Sholeh Hasan. Wah….ada apa nih? Dengan sapaan khasnya:”gimana kabarnya adikku?”, cukup menghilangkan kantuk serta rasa malas saya. “Baik kak, gimana kabar kak Sholeh dan mbak umi Saidah?” aku balik bertanya. “Baik, dan kami sekarang lagi di Yogya, kita ketemuan yuk….” Waw…tentu aku senang bangeeet. Puluhan tahun (sejak tahun 1984) gak pernah ketemu. Akhir-akhir ini hanya terjalin lewat sms dan telpon. Ok sebagai “tuan rumah”, aku akan menjemput mereka.

Setelah bertemu, rasa-rasanya sosok mereka masih sama seperti dulu,saat kami sama-sama masih di Pabelan. Sebagai kakak yang penuh kasih, penuh perhatian, dan penuh kasih sayang.

Mbak Umi Saidah masih sebagai wanita cantik, pintar dan cerdas. Penuh kasih sayang ke kak Sholeh. Kasih sayang yang dibina sejak sama-sama menjadi santri di Pabelan. Mungkin hanya sedikit yang bisa seperti mereka, karena mungkin bagi sebagian dari kami, cinta di Pabelan hanya sebagai cinta monyet. Tapi ternyata tidak bagi kak Sholeh dan mbak Umi Saidah.

Kak Sholeh masih dengan wajah “timor”nya. Aku sangat dekat, karena kami satu ikatan persaudaraan santri Timur (Manado karena santrinya sedikit, maka digabung dengan teman-teman dari Indonesia bagian Timur). Sejak dulu kak holeh sangat perhatian kepada adik-adik “timurnya”, dan siap melindungi kami jika kami dalam masalah.

Terima kasih mbak Umi, semoga kekerabatan kita tetap abadi..

Satu tempat berganti pasangan






































Begini nih kalau Yuni, Fatra dan Lily sudah ketemu. Apalagi kalau sudah bawa kamera. Main ceprat-cepret aja... Termasuk waktu di rumah Yuni di Baturetno.

Mungkin sudah “gawan bayi” senang difoto, walau sadar banget wajah bukan foto genic, tapi kalau sudah di depan kamera, main ceprat-cepret aja. Alhasil karena gak punya orang lain yang bisa dimintakan tolong untuk motret, maka jadilah gonta-ganti pasangan! Hehe…. Dan mungkin rasa seninya kurang, e…..backgroundnya ya….itu-itu aja!! Alamaaaak…

Bukan hanya bacgroundnya yang monoton, tapi foto-fotonya tanpa ekspresi kecuali senyum…nyum…nyum…. Mungkin waktu kita lagi di foto, lupa salah satu iklan di tv:
dimana ekspresinya….mana?...mana?.....

Sudah gitu, senyumnya semua hanya dikulum..... wajar sajalah....kami kan gak pernah dapat ilmu "depan kamera".

Waktu kami satu sekolah ilmunya: Mahfudhot,Hadits,Diyanah..dll. Setelah misah di perguruan tinggi juga, Fatra dan Yuni di filsafat, dan aku di fakultas Hukum. Mana ada ilmu "perfotoan". Ya...tapi lumayan untuk dinik mati sendiri.