Minggu, 31 Agustus 2008

CAYSA MENARI


Beginilah acara tahunan 17 agustusan di perumahan, selalu diisi lomba dan diakhiri dengan pentas seni dan hiburan, seru dan meriah!! karena semua terlibat,asyik sekali karena dengan acara ini kita bisa pesta bareng, tanpa mengenal perbedaan agama, umur dan golongan (hehe...bahasa orang Pancasilais). Ya...tentu karena biasanya jika pengajian, maka yang hadir hanya kami-kami yang beragama Islam. Jika arisan ibu-ibu, tentu hanya para ibu yang hadir. Begitu juga jika pertemuan bapak-bapak,tentu hanya diisi para kaum adam.

Tapi kalau 17 agustusan, maka yang hadir semua warga, tua muda, laki-laki perempuan, termasuk para asisten rumah tangga. Seru kan?? Dan semoga acara 17 agustus tahun depan lebih baik dan meriah dari tahun ini.

Wajahmu amarahku


Melihat wajahmu...
amarah terasa bergemuruh.
Sesak napasku
dan harus kuhirup udara yang semakin luruh.

Rasanya tak ada yang istimewa,
bahkan jauh di bawah kelayakan
wajah kusam berselimut keriput,
rambut yang penuh uban sebelum waktunya
semakin menunjukkan bahwa jauh dari sentuhan perawatan.
Itulah kamu.....

Kau hadir selalu membuat lara
menyayat hati menggoreskan kepedihan
tak hanya sekali air mata menetes deras
karena kehadiranmu merampas segalanya
merampas mimpi yang dirajut
merobek angan dan harap

Tapi..
aku tak berdaya untuk protes
karena suaraku tak pernah terdengar
karena terlalu lirih dengan kepedihan

Aku hanya bisa menunduk
tuk menghindar
agar tak bisa menatapmu
agar tak ada emosi
agar aku masih mampu untuk menghirup udara

PEMBATALAN PERNIKAHAN, (betulkah) PERLINDUNGAN KEPADA WANITA???

Salah satu dari tujuan undang-undang perkawinan adalah perlindungan terhadap istri, dengan memberi ruang untuk mengajukan pembatalan pernikahan jika suaminya melakukan pernikahan tanpa seizin istri. Kesannya memang memberi perlindungan terhadap wanita, tapi bukankan si suami menikah dengan wanita juga. Lalu, pada wanita mana undang-undang ini dibuat???

Secara keseluruhan, undang-undang ini dibuat untuk melindungi istri pertama,tanpa penah mengakomodir wanita-wanita yang menjadi “korban” dari laki-laki. Betapa banyak wanita yang karena keluguannya tidak mengetahui bahwa calon suaminya sebenarnya masih terikat dengan perkawinan yang sah. Syukur jika kedok suaminya bias diketahui sebelum pernikahan dilaksanakan. Seperti berita di TV tadi siang terjadi di Ambon, dimana seorang calon pengantin laki-laki saat menjelang dilaksanakan pernikahan didatangi oleh istrinya, hal ini berakibat keluarga calon istri menjadi berang dan menyerang calon suami. Ini jelas-jelas menunjukkan bahwa calon istri betul-betul tidak mengetahui jati diri calon suami yang sebenarnya masih terikat perkawinan yang sah.

Andai perkawinan sempat dilaksanakan, kemudian istri pertama mengajukan pembatalan perkawinan, maka bagaimana perlindungan hukum bagi wanita tadi, yang betul-betul tidak mengetahui status suami.

Undang-undang juga memberi peluang bagi si wanita untuk mengajukan pembatalan, tapi bagaimana jika si wanita tidak ingin membatalkan perkawinannya? Atau andaikata ia mengajukan pembatalan, bagaimana dengan “kerugian” yang diterima, mungkinkah si suami dituntut ganti kerugian?

Untuk kemungkinan pertama, andai si wanita tidak ingin membatalkan pernikahan (dengan berbagai alasan, misalnya mencintai suaminya), tapi istri pertama mengajukan pembatalan, maka undang-undang perkawinan tidak mengatur perlindungan hukum bagi wanita tadi. Bagaimana wanita tadi dengan itikad baiknya melaksanakan perkawinan, tapi tidak ada perlindungan hukum baginya untuk mempertahankan pernikahan yang dilakukan? Sayangnya dalam beberapa kasus yang saya adili, wanita-wanita tadi tidak pernah hadir dalam persidangan, maka wanita tadi kehilangan haknya untuk mempertahankan pernikahan. Ini mungkin disebabkan ketidakmengertian mereka akan hukum, mereka menganggap dengan tidak hadir, maka majelis hakim tidak dapat menjatuhkan putusan. Anggapan yang sangat salah, justru sebaliknya majelis akan beranggapan bahwa mereka tidak dating, maka mereka dapat menerima gugatan dan mereka kehilangan haknya untuk membela diri.

Paling tidak, dalam benak saya ada 3 sidang pembatalan pernikahan terakhir, dimana ketiga wanita yang menjadi istri kedua tidak datang. Pertama yaitu seorang guru, dimana dia menjadi istri kedua tanpa izin, kemudian istri pertama mengajukan pembatalan. Pengadilan sudah berulang kali memanggil, tapi guru tadi tak pernah hadir. Hanya selalu “berkeluh kesah” pada juru sita yang mengantarkan relas panggilan. Tentu keluh kesah tadi tak menjadi pertimbangan hakim. Kami hanya berusaha memanggil dan berharap “keluhkesahnya” diutarakan dalam persidangan.

Kedua, adalah wanita rumah tangga, yang dinikahi polisi. Istri pertama mengajukan pembatalan, tapi majelis hakim tidak bisa mendengarkan jawaban isrti kedua (sebagai tergugat) karena tidak pernah hadir dalam persiangan.

Ketiga adalah seorang bidan yang menjadi istri kedua dari dokter kebidanan dan kandungan, istri pertama mengajukan pembatalan pernikahan, lagi-lagi istri kedua tidak pernah hadir walau majelis hakim telah berusaha memanggil untuk hadir dalam persidangan.

Untuk kemungkinan kedua, jika wanita yang menjadi istri kedua mau mengajukan pembatalan, bagaimana dengan “kerugian” yang diderita selama ini, apakah mungkin diajukan semacam kompensasi atas kerugian yang dialami? Ternyata undang-undang tidak membuka peluang untuk itu. Jadi jika wanita yang menjadi istri kedua tadi mengajukan pembatalan pernikahan, maka tak mungkin mengajukan tuntutan ganti rugi atas pengorbanannya selama ini. Padahal tentu banyak hal yang telah “dikorbankan” wanita tadi dalam perkawinannya. Apakah itikad baiknya itu tidak bisa dikompensasikan dalam bentuk pembayaran ganti rugi?

Ini hanya sebagai gambaran kecil, bahwa bukan hanya istri pertama yang dirugikan, tapi istri kedua yang dengan itikad baik dan betul-betul tidak mengetahui jati diri si suami juga menjadi korban. Dan jika sudah berhadapan dengan masalah hukum, maka posisi mereka menjadi lemah, dan akhirnya terkalahkan. Negara melalui produk undang-undang seharusnya mengakomodir perlindungan hukum bagi mereka, karena wanita-wanita ini juga bagian dari masyarakat yang harus diberi perlindungan.

Sabtu, 30 Agustus 2008

BERSAMA BU NURJANNAH DIAZ

Sosok bu Nurjannah di depanku cenderung lebih banyak sebagai sosok ibu, dibanding sosok atasanku. Sebagai wakil ketua PA Mungkid, saya memang banyak berkomunikasi dengannya, ini diperkuat dengan komunikasi saya dengan ketua yang mandek. Jadi banyak hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, saya konsultasi dengan bu Nur.

Pembawaannya yang sangat keibuan, membuat hubungan kami seperti hubungan seorang ibu dengan anak. Tak ada kekakuan, termasuk ketika saya bersikeras tidak mau menghadap ketua PA saya, dengan sabarnya bu Nur tak memaksa saya untuk itu. Entah apa yang ada di benak bu Nur, saya tak tau.

Kepindahan saya ke Bantul, membuat relasi saya tentang pekerjaan menjadi terputus, tapi saya berharap relasi kekerabatan kami walau hanya sesaat bisa tetap terjalin.

Pada Suamiku....

Papa, malam ini di penghujung Sya'ban, sesaat lagi memasuki Rhamadhan,sebagai manusia biasa mama ingin menghaturkan sembah sujud mama atas segala kesalahan dan kekhilafan yang selama ini pernah mama lakukan sejak 15 sya'ban (tanggal pernikahan kita) 13 tahun silam, sampai hari ini.

Sebagai istri, rasanya mama jauh dari nilai-nilai "kewajiban sebagai istri" yang sering kita baca. Ah....rasanya kalau baca buku yang bernilai "normatif", nilai mama begitu jauh dari standar. Jika Undang-undang pernikahan (hehe...punya istri hakim, bicaranya UU mulu ya???), seorang istri wajib mengurus rumah tangga, maka mama berada pada level terendah deh. Apalagi jika kewajiban mengurus rumah tangga ini diartikan sebagai kewajiban mengerjakan tugas-tugas berkisaran wilayah dapur, kasur dan sumur. Waaah...mama mundur dan harus tau diri bahwa mama tak bisa memenuhi kewajiban itu semua. Bagaimana tidak, pagi berangkat kantor dan pulang sudah menjelang malam, rasa-rasanya sangat musykil untuk bisa menyentuh wilayah dapur dan sumur deh.

Mama menyadari betul bahwa nilai mama betul-betul "gugur", jika semuanya kita mengaju pada nilai-nilai normatif tadi. Coba kita tengok tetangga kita, istri-istrinya di rumah, mengurus suami dan anak-anak begitu sempurna. Sejak pagi sampai malam, mereka betul-betul mengerjakan sendiri, sedangkan mama... sebagian besar dilimpahkan ke mbak Yem.(makanya mama yang paling kalang-kabut jika mbak Yem pamit tidak datang walau hanya sehari). Yang repotnya, mama kadang lupa, kalau mbak Yem statusnya hanyalah asisten mama, yang sebenarnya kewajiban sepenuhnya ada di mama. Makanya ketika mbak Yem gak datang, rasanya seharian hanya "grundel" dan grundel.

Papa, pernahkah papa menyesali menjadikan mama sebagai istri? Ah....tapi kalau dilihat dari profile papa, mungkin pernah tapi hanya sampai di hati. Papa selalu bersyukur dengan apa yang telah ada, tanpa banyak menuntut. Mama memaklumi kok jika memang papa pernah menyesali, walau hanya "terbersit" sesaat.Memasuki usia pernikahan yang ke 14, mungkin rasa penyesalan tadi (walau hanya "terbersit"), telah berubah menjadi kepasrahan menerima kenyataan yang ada.

Rasanya sangat basi kalau mama bicara tentang semua rumah tangga pasti punya persoalan, dimana kadar persoalannya beragam, tergantung dengan penilaian kita yang mengalami. Seperti juga kita, persoalan juga menghantui dengan kadar yang kadang sangat besar dan rasa-rasanya tak mampu kita menghadapinya dan juga persoalan kecil yang hanya bagaikan angin lalu, seperti (maaf) kita protes karena ada yang kentut, maka setelah bau itu menghilang, protes kita mereda dan menjalani semuanya seperti tanpa pernah ada bau kentut.

Tentang persoalan yang sangat berat, ah....ada teman mama yang dengan persoalan yang hampir sama, sudah memutuskan untuk pisah. Tapi bagi kita, walau semua orang sudah mengusulkan dan mendesak, tapi kalau kita tidak memilih itu sebagai penyelesaian, tentu perpisahan itu takkan pernah terjadi.

Pa, apalagi yang kita harapkan dalam membina rumah tangga kita selain menjadikan semuanya lebih baik kan? Membimbing anak-anak untuk bisa menggapai cita-cita mereka.Bahagia sekali jika kita bisa menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita. Kita sudah pada sampai di titik dimana kita sudah tidak saling menuntut. Kita sudah sampai pada titik kita berbuat untuk pasangan kita, tanpa ada tuntutan. Yang ada sikap pasrah dan menerima sehingga ada berkah di dalamnya.

Eh...kok ngelantur ya ngomongnya, padahal niat awal menulis hanya untuk mengucapkan selamat menjalankan ibadah rhomadhan, semoga amal ibadah kita selama ini diterima dan segala dosa diampuni. Dan sebagai istri yang telah mendampingi papa, mohon maaf jika selama ini mama banyak berbuat salah dan khilaf. Terima kasih atas kebaikan papa selama ini.

Sungkem mama,
Lily

KERINDUANKU


Andai kutitipkan kerinduanku pada angin
Mungkinkah angin akan menyambutnya?
Andai aku gantungkan kegelisahanku pada awan
Mungkinkah awan mau menerimanya?
Andai aku berteriak ketidakberdayaanku
pada gelombang laut
Maukah mereka mendengarkannya?

Kerinduanku
Kerinduan manusia biasa
Manusia dengan sejuta rasa
Rasa yang tak punya lini
Rasa yang tak mungkin bisa ditolak
oleh angin, oleh awan dan oleh gelombang laut.

Biarkan kerinduanku itu menjadi milikku
Biarkan kegelisahanku selaku dalam dekapku
Biarkan ketakberdayaan itu bersamaku
walau semua tak mau menerimanya.

Aba Sofyan Sosok Inspirafifku

Nama lengkapnya H.Sofyan Alwie Lahilote, saat ini sebagai hakim tinggi di PTA Manado. Sosok beliau begitu menginspirasi saya sebagai hakim. Begitu bersahaja, tapi dengan sejuta idealisme tentang kesederhanaan dan keimanan yang sangat kuat, belum lagi dengan keteladanan serta keperdulian yang begitu besar pada mayarakat. Rasanya tak cukup hanya dengan selembar kertas untuk melukiskan sosok Aba (panggilan akrab kami).

Sebenarnya ketika saya bertugas di PA Manado, awalnya bukan aba yang menjadi ketua PA, tapi karena ada proses mutasi, maka aba yang awalnya bertugas di PA Luwuk, kemudian dimutasikan di PA MAnado. Disinilah proses interaksi saya untuk "belajar" pada sosok aba. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari keseharian aba, pola kerja dan pola relasi dengan kami. (Sambil menulis ini masih sangat terbayang keseharian aba dan teman-teman di PA Manado).
Ada satu yang selalu saya ingat petuah aba, bahwa kita bekerja harus dengan ikhlas, dan berani jika memang kita benar, karena Allah selalu bersama kita.
Kedekatan kami, bukan hanya sebagai atasan dan bawahan, tapi kekerabatan keluarga, karena papi juga sebagai sahabat aba, jadi terasa sangat klop.

Waktu bertugas di PA Manado, mas Hudi selalu mendesak untuk segera mengurus proses mutasi, tapi dengan bijaknya aba selalu meminta saya untuk bersabar sebagai anak. Karena aba tau persis bagaimana papi sangat menyayangi cucunya (waktu itu baru Abil). Jadi sangat berat bagi papi untuk melepaskan cucunya pindah ke Yogya. Akhirnya dengan proses cuti, saya mencoba "memisahkan" pelan-pelan papi dengan Abil, hingga saya betul-betul bisa pindah ke Yogya.

Aba disampingi umi yang saya sebut sebagai:"wanita surga". Ketaatan umi sebagai istri patut diacungi jempol. Saya sampai saat ini belum bisa menjadi istri seperti umi. Sosok sebagai istri dan ibu yang solikhah, ibu teladan, melekat dalam diri umi. Begitu taat pada suami, begitu sayang pada anak-anak, dan sejuta lebel kebaikan menempel dalam diri umi Zia kita ini.

Saya mau mengambil semua teladan yang mereka berikan, dan setiap sowan pada aba dan umi, saya selalu mohon pangestu bagi kami sekeluarga,bagi Abil, Vansa dan Caysa. Terima kasih aba dan umi, sampai saat ini aba dan umi adalah sososk inspiratif saya.

MULAI BERTUGAS DI PA BANTUL


Sudah menjadi "tradisi" di lingkungan Pengadilan Agama, jika mulai bertugas di wilayah baru, harus dimulai dengan "pelantikan". Tentunya bukan pelantikan sebagai hakim (karena pelantikan hakim tentunya sejak mendapat SK hakim pertama) tapi dilantik untuk mulai bertugas di PA yang baru.

Terlalu dini jika saya langsung menilai teman-teman di PA Bantul, tapi yang jelas baru bebrapa hari di Bantul, proses adaptasi itu terasa mudah, kerja mulai nyaman. Memang perkara di PA Bantul jauh lebih sedikit dibanding di PA Mungkid, sedangkan jumlah hakimnya lebih banyak.Tentu ini hal yang positif bagi seorang hakim, karena beban kerja lebih banyak, sehingga lebih banyak punya waktu untuk memeriksa perkara.Dengan demikian, diharapkan perkara-perkara yang diputus akan lebih berkualitas. Semoga..........

Perpisahan dengan teman-teman PA Mungkid


Tak terasa sudah hampir satu dasawarsa saya bertugas di Mungkid. Sebenarnya ini sudah melebihi jatah waktu, seharusnya siklus mutasi itu dalam 5 tahunan. Ada "untungnya" juga karena tak perlu adaptasi dengan lingkungan kerja yang baru dan tentunya teman-teman di Mungkid juga sudah tau cara "meladeni" keseharian saya, pola kerja saya, pola sidang yang tentunya kaitannya dengan BAP. Pokoknya sudah ueeeennnnaaaakkkkkk, karena cukup dengan kedipan mata, lirikan, satu kata, semuanya sudah selesai.

Tapi itulah.......sebagai abdi negara, abdi masyarakat, SK mutasi itu harus dilaksanakan, di samping satu anugrah bagi saya, karena saya di mutasi di PA BAntul, yang nota benenya jarak ke rumah sangat dekat (hanya 10 km), bandingkan dengan Mungkid yang 48 km dari rumah.

Banyak hal yang bisa kita dapatkan dalam satu komunitas kerja, dan semuanya beragam. Pola dan cara bergaul PA Mungkid tentu akan berbeda dengan PA Bantul. Tapi yang jelas di PA Mungkid, persaudaraannya begitu kental, rasa kebersamaan juga begitu tinggi, sehingga kekompakan sangat terfasa. Memang....tentunya ada hal-hal yang membuat "geseh" tapi itu semua sebagai bumbu penyedap dan variasi dalam pergaulan.
Terima kasih teman-teman di PA Mungkid, terima kasih selama ini telah menjadi sahabat saya dalam bekerja, dan dalam suka dan duka saya.

Minggu, 24 Agustus 2008

Keutamaan Tarawih

Keutamaan Tarawih


Seseorang yang melakukan sholat tarawih di bulan Ramadhan akan mendapatkan keutamaan di bawah ini :

Malam 1 : Ia keluar dari dosanya
Malam 2 : Allah mengampuni dosanya dan dosa kedua orang tuanya
Malam 3 : Seorang malaikat berseru di bawah arsy, “ Mulailah beramal! Semoga Allah mengampuni dosamu yang telah lewat. “
Malam 4 : Ia memperoleh pahala seperti membaca Taurat, Injil, Zabur dan Al Quran
Malam 5 : Allah memberikan pahala seperti pahala orang yang sholat di masjid Al Haram, Masjid Nabawi dan masjid Al Aqsha
Malam 6 : Allah ta’ala memberikan pahala orang yang berthawaf di bait al Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap batu dan cadas
Malam 7 : Seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa as atas kemenangannya melawan Firaun dan Haman
Malam 8 : Allah memberikan apa yang pernah Dia berikan pada Nabi Ibrahim as
Malam 9 : Seolah-olah ia beribadat kepada Allah Ta’ala sebagaimana ibadatnya Nabi Muhammad saw
Malam 10 : Allah ta’ala mengaruniai dia, kebaikan di dunia dan akhirat
Malam 11 : Ia keluar dari dunia seperti saat dilahirkan dari perut ibunya
Malam 12 : Ia datang pada hari kiamat dengan wajah bak bulan di malam purnama
Malam 13 : Ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari segala keburukan
Malam 14 : Para malaikat datang seraya memberikan kesaksian untuknya bahwa ia telah melakukan sholat tarawih
Malam 15 : Ia didoakan oleh para malaikat dan para penanggung Arsy dan Kursi
Malam 16 : Allah memberikan kebebasan baginya untuk selamat dari neraka dan masuk ke dalam surga
Malam 17 : Ia diberi pahala seperti pahala para nabi
Malam 18 : Seorang malaikat berseru, “ Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah ridho kepadamu dan kepada ibu bapakmu “
Malam 19 : Allah mengangkat derajatnya dalam surga Firdaus
Malam 20 : Allah memberi pahala para syuhada dan shalihin
Malam 21 : Allah membangun untuknya sebuah gedung dari cahaya
Malam 22 : Ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari setiap kesedihan dan kesusahan
Malam 23 : Allah membangun untuknya sebuah kota di dalam surga
Malam 24 : Ia memperoleh 24 doa yang dikabulkan
Malam 25 : Allah Ta’ala menghapuskan darinya azab kubur
Malam 26 : Allah mengangkat pahalanya selama 24 tahun
Malam 27 : Ia dapat melewati shirath pada kiamat bagaikan kilat yang menyambar
Malam 28 : Allah mengangkat baginya seribu derajat dalam surga
Malam 29 : Allah memberinya pahala 1000 haji yang diterima
Malam 30 : Allah berfirman, “ Hai hambaku, makanlah buah-buahan surga, mandilah dari air salsabil dan minumlah dari telaga kautsar. Akulah Tuhanmu dan Engkau hamba-Ku “

(sumber : Paras )

Wallahualam bish shawab

Selasa, 19 Agustus 2008

OBROLAN DENGAN ANAKKU (Tentang Suap)

Kadang dalam komunikasi kita, ada hal-hal yang bisa kita ambil "ilmu" dari anak-anak. Dan ada juga komunikasi kita yang bisa ita kenang, tapi itu akhirnya seperti dibawa angin karena kita tidak sempat menyimpan dalam memori catatan, apalagi kalau obrolan itu biasa-biasa aja.

Saya ingin menyimpan obrolan dengan anak-anakku, bukan untuk dinilai baik-buruknya, tapi semua apa adanya, karena kadang obrolan itu muncul saat kita lagi bete, atau juga kurang atensi dengan obrolan anak-anak kita. Tapi bagi saya "kenangan" materi pembicaraan yang ingin saya abadikan.

Obrolan setelah melepas "saudara jauh" seorang perwira polisi (setelah ini kita pakai istilah PP) dan istri pejabat (anak-anak biasa memanggilnya "ma Cong" di resto Jimbaran.Hanya dengan Abil, karena Caysa tertidur.
Kakak: "Ma, tadi ngobrol apa dengan Om PP dan ma Cong?
Mama: "Obrol tentang KPK dan sekarang ada kemajuan setiap institusi atau pribadi untuk hati-hati dengan hal-hal yang berkaitan dengan uang"
Kakak: "Tapi mama kok seperti kurang atensi?, Apalagi ketika om PP menceritakan tentang jenis komunikasi dan pola penerimaan uang"
(Catatan, Abil mendengar tentang bagaimana menyimpan uang-uang tidak memakai rekening kita, tetapi memakai rekening orang-orang di sekitar kita, memakai kata-kata sandi untuk hal-hal yang berkaitan dengan deal-deal tertentu, nomer hp khusus untuk kita dan keluarga, dan semacamnya)
Mama: "Betul, karena sepertinya om PP menganggap mama sebagai hakim yang mau terima uang. Maklum Om PP tidak pernah bertemu mama, sejak mama masih SD. Makanya ma Cong juga gak banyak komentar karena tahu mama sangat tidak bisa kompromi dengan hal-hal demikian".
Kakak:" Selama ini mama pernah menerima uang dari yang berperkara?"
Mama: "Alhamdullillah tidak sayangku, bahkan pernah teman mama menerima sebagai uang syukuran, sedangkan mama mengembalikan"
--------------------
OBROLAN DENGAN ANAKKU (Tentang jadi Presiden)
Obrolan dimulai setelah Vansa dijemput dari Elti, dan Caysa sudah bangun.
Vansa: "Mama, mbak Aya mau jadi presiden. Mama mau gak?"
Kakak: "Kakak juga mau"

Mama: "Gak mau, karena mama merasa gak mampu dan mama mau berbuat yang kecil saja tapi langsung bermanfaat. Kenapa mbak Aya dan kakak mau jadi presiden?"
Vansa: "Karena mbak Aya punya idealisme dan cita-cita terhadap Indonesia"
Kakak: "Jadi presiden memang tidak mudah, selain punya idealisme, dan setahu kakak harus populer dan layak dipilih (
Yang ini saya belajar dengan Abil, karena kemudian Abil menerangkan apa yang dimaksud dengan populer dan layak dipilih. Abil mencontohkan artis, yang populer, tapi apa layak dipilih?)
Caysa: "Kalau mbak Aya dan kak Abil mencalonkan jadi presiden, mama pilih siapa?"
Vansa: "Dibagi, mama pilih kakak dan papa pilih mbak Aya. Lho....adik pilih siapa?"
Caysa: "Tergantung siapa yang menurut adek paling baik"

Senin, 18 Agustus 2008

TENTIR PEDOMAN PERILAKU HAKIM


Tiba-tiba telpon saya berdering, ternyata tertulis "Abu Aeman memanggil", waah....ada apalagi saudara jauh saya yang hakim ini menelpon,walau memang saudara saya ini paling rajin menelpon untuk menjalin silaturrahmi, dan tak ada berita penting-penting, saya kadang cepat-cepat mengakhiri pembicaraan. Kadang saudara saya ini mendongkol, karena sepertinya saya sangat sibuk jika berbicara lewat telpon dan segera mengakhiri pembicaraan, sampai-sampai saya ditegur:"Ly, saya yang bayar telpon, tapi kok Lily yang mau segera akhiri". Aduhh! kalau sudah begini saya segera sadar, dan berharap saudara mau mengerti kalau pagi hari (biasanya telpon pagi-pagi) saya sangat sibuk mempersiapkan anak-anak dan diri sendiri untuk berangkat ke kantor.


Nah malam ini mumpung saya tak banyak kegiatan, saya telpon balik, dan seperti biasa, tak ada hal yang penting yang kami bicarakan, hanya diskusi-diskusi kecil masalah perkara, dimana saya katakan kalau saudaraku ini agak "ceroboh",sampai banyak perkaranya yang banding dan verzet, pikir saya, sekali-kali kita harus "beri penilaian" kepada saudara kita, walaupun segi umur dan senioritas jauh di atas saya. Tapi ternyata komentarku diamini juga oleh saudara saya. Artinya selama ini memang menyadari kalau agak ceroboh dan kurang teliti memeriksa perkara.

Dan ketika pembicaraan beranjak ke topik lain, tentang keadaan saya, tentang usaha saya, saudara itu langsung mmenyeletuk: "HAKIM TIDAK BOLEH BERBISNIS, ITU MELANGGAR PEDOMAN PERILAKU HAKIM", eiiit....nanti dulu, saya langsung menyela. Hakim itu manusia, punya kebutuhan baik jasmani maupun rohani yang harus terpenuhi. Dan umumnya kebutuhan jasmani didapatkan melalui kerja keras yang menghasilkan uang, kemudian itu akan bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan.Selama kita berbisnis dengan murni dan tak ada kaitannya dengan perkara, kenapa tidak? itu argumentasi saya. Tapi lagi-lagi saudara saya menyatakan bahwa hakim tidak boleh berbisnis.Ini didapatkannya dari pelatihan pedoman perilaku hakim yang diadakan oleh Mahkamah Agung. Walau saya belum menerima sepenuhnya, saya alihkan lagi pembicaraan ke yang lain.

Lagi-lagi saya kena lampu merah: HAKIM TIDAK BOLEH MEMBANTU ORANG DALAM BERPERKARA. Ini setelah saya bercerita bahwa beberapa waktu lalu saya pernah membantu kerabat teman saya yang mempunyai perkara di salah satu Pengadilan Agama di Jawa Timur. Yang saya bantu adalah sebatas konsultasi masalah-masalah perkara yang dihadapinya, mulai pembuatan jawaban, duplik, tahapan-tahapan pembuktian dan seterusnya. Dan tanpa intervensi ternyata kerabat teman saya itu menang. Tentu saya juga menolak karena dituduh melakukan hal-hal yang melanggar pedoman perilaku hakim. Lagi-lagi kami berdebat. Dan setelah saya akhiri, ternyata durasi pembicaraan saya adalah 54 menit 28 detik. Yah...saya ditentir hampir sejam.

Setelah pembicaraan diakhiri, saya langsung browsing Pedoman Perilaku Hakim, yang pada pokoknya berbunyi bahawa hakim itu harus:
1. Berperilaku Adil
2. Berperilaku Jujur
3. Berperilaku Arif dan Bijaksana
4. Bersikap mandiri
5. Berintegritas Tinggi
6. Bertanggung Jawab
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
8. Berdisiplin Tinggi
9. Berperilaku Rendah Hati
10.Bersikap Profesional
.
Tentang dua "larangan" hakim yang dikemukakan oleh saudara saya tadi masuk di:


Hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai Hakim






Hakim dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya seorang Advokat, kecuali jika :

- Hakim tersebut menjadi pihak di persidangan; atau

- Memberikan nasihat hukum cuma-cuma untuk anggota keluarga atau teman yang tengah menghadapi masalah hukum

Apa kedua hal yang telah saya lakukan merupakan pelanggaran dari pedoman perilaku hakim? Rasanya kok tidak. Karena rentang aktifitas usaha, sama sekali tak memanfaatkan posisi saya sebagai hakim. Kemusian tentang bantuan hukum yang saya lakukan, sebatas memberikan nasihat kepada teman yang masalah hukum. Rupanya saudara saya itu kurang memahami apa yang dimaksudkan dalam point-point pedoman perilaku hakim.


Sabtu, 16 Agustus 2008

Sahabatku ERNAWATI


Sampai detik ini, saya kadang belum menyadari bahwa sahabatku ini sudah lama meninggalkan saya, kita berpisah raga dan alam, tapi rasanya kedekatan masih selalu menyelimuti jiwa saya. Yah....sangat terasa jika saya ditempa masalah, betapa saya merasa "sendiri" karena sahabatku
ini akan dengan setia menemaniku menghadapi masalah. Terasa betul beban itu berkurang jika ada Wati bersama saya.

Banyak masalah yang telah kita hadapi bersama, entah duka, suka maupun masalah-masalah teman kita yang akhirnya menjadi masalah kita .Salah satunya ada sahabat kita yang "khilaf" kemudian hamil duluan. Wati tak bisa apa-apa, kecuali datang ke rumahku dan rela menunggu berjam-jam sepulang aku dari kuliah. Karena jika Wati belum berani pulang kost dan belum punya solusi, akhirnya sore sampai malam itu kita berkutat dengan masalah teman, telpon mami untuk membantu menghubungi orang tua teman, sampai akhirnya kita menikahkan teman kita itu.Sementara kita berdua pacarpun belum punya, alias jomblo!!

Ada juga kita pergi nonton malam tahun baru berdua (maklum sama-sama jomblo), kita merasa tak ada beban dengan "kejombloan"kita, karena suatu saat kita akan ketemu jodoh. Soal jodoh menjodohkan, saya pernah menjodohkan Wati dengan teman saya (sekarang sudah menjadi suami politikus nasional), saking seriusnya kita sempat kencan di resto Iskuiki (zaman itu paling top di Yogya), tapi kemudian Wati mundur karena merasa "belum pantas" berjodoh dengan calonku itu, walau sebenarnya bagi saya kalian cocok.

Saat Wati hendak menikah, nyaris tiap hari kontak, karena masih ada ganjalan hukum dengan calon suami, saat itu saya hanya beri advis bahwa dengan kondisi seperti ini paling cepat 6 bulan baru masalahnya bisa selesai, dan walau dengan berat hati, Wati juga bisa menerima karena memang sudah aturannya demikian.

Begitu juga ketika aku dapat masalah, rasanya Wati orang pertama yang akan tau, walau tidak aku beritau. Wati pasti gelisah dan menanyakan kegelisahannya, dan ini memang sering terbukti, bahwa aku lagi dapat masalah. Hubungan batin kita memang sangat erat, karena tanpa ungkapa verbal, batin kami sudah bisa saling komunikasi.

Ah...banyak banget "kebersamaan" kita yang telah menghantarkan kita menjadi sahabat yang selalu bersama dalam suka maupun duka. Saya bahagia, karena Allah telah memberikan sahabat sebaik Ernawati, walau hanya sesaat tapi akankukenang selama hayat.

RUMAH IBU DIMANA?

Rumah Tuminting- Manado

Rumah Graha Prima Sejahtera

Jika ada pertanyaan itu, tentu dengan senang hati saya akan menjawab: "rumah saya di Graha Prima Sejahtera", dengan maksud setelah saya jawab yang bertanya akan datang ke rumah saya dan menjalin silaturrahmi.

Tapi gimana jika yang bertanya adalah orang yang berperkara? Tentu kedatangannya sangat tidak saya harapkan dan akan saya tolak.
Hanya kadang di antara tumpukan banyaknya perkara dan masih ada yang menanyakan tentang rumah saya, maka saya akan menjawab: "rumah saya di Tuminting - Manado", dan sudah pasti orang tersebut hanya berkenyit, mungkin sambil membayangkan "jarak" antara Yogyakarta- Manado, nekat sekali kalau sampai ke Tuminting.

Inilah menjadi bagian dari konsekuensi berprofesi menjadi hakim, jika profesi yang lain, misalnya notaris,pengacara dan dokter, mungkin akan dengan senang hati menunjukkkan rumahnya atau kantornya, dengan memberi kartu nama, tapi bagi kami harus mikir dua kali memberi kartu nama, apalagi bagi orang yang mungkin akan berperkara. Daripada kemudian hari hanya menyulitkan, lebih baik sejak awal kita memproteksi diri untuk tidak mudah memberi alamat pada orang lain.

VANSA-CAYSA & LILY-ENNY & AZKA-ASSYA



Secara urut-urutan kelahiran, saya dengan adikku sama dengan Vansa dan Caysa serta Azka dan Caysa. Sayangnya saya tak punya banyak kenangan tentang kebersamaan kami waktu balita, saya hanya melihat hubungan Vansa dan Caysa yang begitu dekatnya, keseharian mereka laului bersama walau sifat keduanya berbeda.

Pertengkaran hal lumrah terjadi, ribut karena sesuatu hal, tapi itu tak berlangsung lama, karena sesaat kemudian mereka akan bersatu kembali dan main bersama. Andai salah satu dari keduanya meninggalkan rumah, yang di rumah pasti gelisah, demikian juga yang pergi. Pasti mereka saling telpon atau sms, walau isi sms atau telpon tetap goda-godaan.

Vansa lebih "diam" dan tertutup dibanding Caysa, kadang kami tau cerita teman-temannya dari Caysa. Setelah itu kami coba berkomunikasi dengan Vansa, untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tapi untuk hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan, Vansa sangat terbuka.

Caysa lebih "gaul", banyak teman dan apa adanya. Setiap pulang sekolah, Caysa masih meminta toleransi waktu untuk main dengan temannya, berbeda dengan Vansa yang segera minta pulang. Di rumah juga demikian, Caysa lebih punya banyak teman, walau sebenarnya teman-teman Caysa lebih pantas menjadi teman Vansa karena umurnya setara dengan Vansa.

Azka dan Asya juga demikian, mereka mempunyai 2 sifat berbeda, Asya lebih "menangan" dibanding Azka, tapi ketika Azka tidak ada, Asya akan gelisah dan terus mencari kakaknya.

Itulah kebersamaan saya dan anak-anak serta keponakan saya, semoga kebersamaan mereka akan terbawa sampai hari tua, dan menjadikan selalu dalam kebersamaan maupun dalam cobaan. (amien....)

Jumat, 15 Agustus 2008

ALHAMDULILLAH TIADA BANDING!!

Maksud tulisan tersebut memang agak bias, ini sengaja, untuk sekedar buat menarik aja, yang sebenarnya saya ingin tuliskan TIDAK BANDING. Ya....dalam tiap perkara yang diputus,maka pasti majelis memberi kesempatan pada para pihak untuk mengajukan banding atas putusan yang telah diajukan. Karena belum tentu semua pihak bisa menerima putusan yang dijatuhkan, dan itu waktunya 14 hari setelah putusan atau 14 hari setelah menerima penyampaian isi putusan.

Banding dan tidaknya suatu perkara, tentu bukan menjadi barometer penilaian keadilan hakim dan bermutunya putusan. Tulisan ini saya buat hanya sekedar tulisan penutup saya selama menjadi hakim di Pengadilan Agama Mungkid, khususnya sebagai ketua majelis.

Perkara di PA Mungkid, cukup tinggi, sebulan rata-rata 150 perkara, jadi setahun kita bisa menyidangkan 1800 perkara dan dibagi menjadi 8 majelis. Jadi sebulan rata-rata saya menerima perkara 20-30 perkara. Lumayan banyak, dan selama menjadi ketua majelis sampai detik terakhir saya sidang Senin 9 Agustus 2008 lalu, tak ada dari perkara-perkara saya itu banding.

Saya tidak sombong karena ini, mungkin mereka memang menerimanya, dan berpikir jika toh banding, "paling-paling" hakim tinggi juga akan memutus perkara ini tidak jauh berbeda dengan putusan hakim tingkat pertama. Atau dengan kesabaran mereka, setelah lewat beberapa waktu, mereka akan mengajukan perkara ini lagi tentu dengan alasan yang berbeda (karena kalau sudah pernah ditolak, tentu tak bisa diajukan lagi perkara dengan alasan yang sama).

Saya bukanlah hakim yang terbaik, tapi selalu berusaha menjadi baik. Dalam sidangpun tentu ada kekurangan-kekurangan yang mungkin membuat para pihak tak nyaman, apalagi jika saya memeriksa dengan emosi. Dan saya juga tak ingin mengambila alasan apapun sebagai pembenar tentang tindakan saya itu, tapi proses untuk meredam emosi, harus selalu disadarkan, sehingga tak ada yang merasa tersakiti. Walau tentu ini memang harus ada, sebagai bagian dari "resiko" seorang hakim yang tentu semua orang merasa benar, sementara di depan kami harus ada keputusan yang tanpa mberpihak pada salah satu pihak, tapi berpihak pada keadilan.

Tak jarang sebagai hakim, kami mendengar rasa kesal orang dengan kalimat:"semoga ibu tidak merasakan apa yang kami rasakan", kesannya doa, tapi sebenarnya ini adalah umpatan dan ungkapan kekesalan hati. Menghadapi kejadian seperti ini biasanya saya hanya istigfar dan berharap perlindungan Allah, karena ketika memutuspun saya memohon bimbingan Allah agar saya ditunjukkan untuk mengadili dengan adil.

Ada hal penting yang mungkin tidak disadari teman-teman atau kerabat, saya memang tidak pernah kompromi pada hal-hal yang berkaitan dengan perkara, saya berusaha betul untuk bisa memilahnya. Sampai pernah saya harus bersitegang (boleh dikatakan saya marah) dengan teman kuliah saya, karena teman saya itu berusaha mendekati saya untuk memenangkan kliennya. Sebenarnya kliennya (sebelum memberi kuasa ke teman saya) telah berusaha mendekati saya, tentunya dengan imbalan yang menggiurkan. Alhamdulillah dalam kesederhanaan saya,saya tak tergiur dan hal itu saya tolak. Ternyata tak bergeming, ia mencari pengacara yang kenal dengan saya, maka ketemulah teman saya itu.
Secara pribadi saya tidak dekat, hanya kami pernah satu lokasi KKN di Sentolo, dan sebenarnya teman saya itu tau bahwa saya tak mau hal-hal yang demikian. Karena waktu kami KKN dan teman saya itu menang Porkas, kami semua diajak makan-makan, tapi saya sendiri tak ikut, karena bagi saya uang hasil porkas itu haram dan saya tak ingin makan makanan haram.

Membahas tolak meolak "tamu", saya punya trik sendiri, jika yang ingin bertamu (tentu maunya menyogok) dan kelihatannya orang desa, saya hanya ambil dengan santai. Dan jika mereka menanyakan rumah ibu hakim dimana? saya selalu balik menanya: "betul mau ke rumah saya?, rumah saya di Tuminting- Manado". Dan pasti setelah saya jawab seperti itu mereka akan mengangguk-angguk dan faham akan maksud penolakan halus tapi tegas dari saya itu.

Inilah bagian resiko menjadi hakim, berat tapi rasanya puas, apalagi jika putusan kita tiada banding!!!

LENGKAPLAH DENGAN CAYSA DAN ATHIB


Kebahagiaan kami semakin sempurna dengan lahir anak ketiga pada tanggal 9 Desember 1999. Oleh kami diberi nama Malica Caysary Lasarik, biasa dipanggil Caysa. Ada tambahan keluarga di tengah-tengah kami, Athib, anak adik saya tapi ikut sejak kecil. Sampai sekarang Athib masih bersama-sama kami.

PENGINGKARAN ANAK


Membaca judulnya, mungkin ada yang masih mengernyitkan kening, apalagi ini? Anak kok diingkari, bukankah ini karunia yang harus disyukuri dan dinikamati. Ini kalau semua "normal" dalam tatanan sosial,religi yang penuh keharmonisan dan dalam koridor yang semestinya.
Bagaimana jika ada "pelencengan" dari norma-norma tadi, ada kehamilan yang tidak dikehendaki, misalnya hamil sebelum nikah, atau juga ada perselingkuhan yang menyebabkan hamil? Anaknya bagaimana????

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 42,menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sedangkan pasal 44 menyebutkan:
ayat 1: Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinahan itu.
ayat 2: Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.


Makna dari pasal 42, bahwa setiap anak yang dilahirkan dari sebuah perkawinan yang sah, merupakan anak yang sah, tanpa mempertimbangkan usia perkawinan, apakah baru sehari menikah kemudian punya anak (hamil dulu), anak yang dilahirkan tetap diakui sebagai anak yang sah, termasuk juga tanpa melihat apakah kehamilan itu dengan laki-laki yang menghamili atau bukan.Ini mungkin terjadi akibat perkosaan atau hamil dengan kerabat, dan untuk "menyelamatkan" maka dinikahkan dengan laki-laki yang "lebih pantas".

Jika terjadi suami menduga bahwa anak yang dilahirkan bukanlah anak dari benihnya? Undang-undang perkawinan hanya mengatur bahwa ini hanya terjadi akibat zina, sementara mungkin saja terjadi bahwa karena "kelalaian" seorang masih dalam keadaan hamil walaupun telah bercerai dengan suaminya, dan kemudian beranggapan telah melewati masa iddah, kemudian menikah dengan laki-laki yang kemudian menjadi suaminya, secara hukum, kehamilan tersebut bukanlah akibat perzinahan, tapi justru pernikahan kemudian kurang hati-hati tanpa memeriksakan secara jelas bahwa wanita tersebut sebenarnya dalam keadaan hamil dengan suami sebelumnya. Tentu ini bukanlah masalah sepele, karena jika diajukan sebagai "PEMBATALAN PERNIKAHAN", undang-undang mengatur bahwa akibat pembatalan pernikahan, tidak berlaku bagi anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut, padahal senyatanya bahwa kehamilan tersebut bukan dengan suaminya. Artinya anak tersebut oleh Undang-undang tetap diakui sebagai anak suami-istri tersebut. (Ini akan coba saya bahas dalam topik tersendiri).

Jika terjadi suami menduga bahwa kehamilan istrinya bukan berasal dari dirinya, maka Kompilasi Hukum Islam pasal 102 menyebutkan:
ayat 1: Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari isterinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami mengetahui bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama.
ayat 2: Pengingkaran yang diajukan sesudah lampau waktu tidak dapat diterima.

Coba kita cerna makna peraturan ini, kesempatan untuk pengingkaran anak hanya sampai 180 hari setelah anak itu lahir (6 bulan) sesudahnya gugatan tersebut tidak diterima. Kalimat berikutnya justru memungkinkan pengajuan tersebut tanpa batas waktu, waktu hanya dibatasi setelah 360 hari setelah perkawinan, artinya walau anak tersebut telah berusia 6 tahun, kemudian orang tuanya bercerai, justru suami dalam 1 tahun masih bisa mengajukan hak pengingkaran anak. Ini yang membuat peraturan ini tidak jelas, seperti yang saya hadapi.

Seorang laki-laki sebutlah Abdillah bekerja sebagai TKW di Hongkong, 2 minggu setelah kembali, oleh keluarganya dinikahkan dengan seorang wanita, sebutlah Suciwati. Usia perkawinan baru berusia 6 bulan, Suciwati ternyata melahirkan anak. Tentu Abdillah sangat yakin bahwa anak itu bukanlah anaknya. Tapi karena masih mempunyai pertimbangan yang banyak, misalnya menunggu istrinya sehat dan lain-lain, Abdillah mengajukan pengingkaran anak setelah anak itu anak itu berusia 8 bulan, tentu gugatan tersebut tidak bisa diterima. Hakim menyarankan untuk mengajukan perceraian dahulu, kemudian ajukan hak pengingkaran anak.

Ada kasus yang "mirip" tapi punya dimensi lain, seorang laki-laki sebutlah Badrun, menikah dengan seorang wanita sebutlah Mawar, juga karena dijodohkan karena selama ini laki-laki bekerja di luar daerah. Ternyata pernikahan baru berjalan 4 bulan, istri melahirkan. Tentu Badrun yakin betul bahwa istrinya hamil bukan dengan dirinya, maka dikembalikanlah Mawar ini ke orang tuanya. 5 bulan setelah anak lahir Badrun mengajukan cerai talak ke Pengadilan (tidak mengajukan gugatan pengingkaran anak, walau sebenarnya waktu masih membolehkan), kemudian oleh Mawar diajukan gugat rekonpensi meminta penetapan bahwa anak yang dilahirkan adalah anak yang sah Badrun dan Mawar. Badrun tentu menolak, tapi tentu sudah terlambat untuk mengajukan gugat pengingkaran anak, walau Mawar sendiri mengakui bahwa sebelum menikah, belum pernah melakukan hubungan suami istri dengan Badrun. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya permohonan cerai talak Badrun diterima sedangkan permohonan penetapan anak saya tolak, dengan pertimbangan bahwa penetapan anak tidak bisa digabungkan dengan perkara cerai. Dan anak secara hukum tanpa perlu penetapan, tetaplah anak Badrun dan Mawar. Inilah dilematisnya, hanya tentu masih ada perlindungan hukum bagi Badrun, bahwa ia masih bisa mengajukan pengingkaran anak, setelah perceraian terjadi.

Kesimpulannya, jika memang seorang suami merasa bahwa anak yang lahir dalam perkawinan tersebut bukanlah anaknya, maka Undang-undang memberi perelindungan hukum padanya untuk mengingkari anak tersebut sebagai anaknya.



Kamis, 14 Agustus 2008

BERTAMBAH VANSA

Tepat tanggal 31 Januari 1998 (sehari setelah ulang tahun pernikahan ke 4) kami dikarunia anak kedua yang oleh bapaknya diberi nama : MARYVANSABY VITRYA LASARIK, lahir di Manado, tepat sehari setelah Idul Fitri. Semakin lengkaplah kebahagiaan kami.

GUGAT REKONPENSI KARENA GENGSI


Dalam perkara perceraian, memang dimungkinkan untuk mengajukan gugat balik, misalnya tentang hak asuh anak, nafkah pemeliharaan anak, nafkah lampau, gono-gini dan lain sebagainya.
Dan khususnya tentang cerai yang diajukan oleh suami (cerai talak), biasanya si istri mengajukan gugat balik tentang nafkah iddah,mut'ah,gono-gini dan anak. Tentang besarnya nafkah iddah,mut'ah tidak ada standar yang pasti, hanya beberapa hakim mempertimbangkan dari segi penghasilan suami, kemudian berdasarkan mahar ketika perkawinan dilaksanakan.

Ada kasus, seorang istri mengajukan gugat rekonpensi karena gengsi sebab si suami pernah sesumbar kalau akan mengajukan perceraian dan silahkan saja istri mengajukan tuntutan apapun akan dipenuhi. Dan benar saja, ketika suami ajukan cerai talak, si istri mengajukan tuntutan balik yang jelas-jelas sulit dikabulkan oleh si suami yang penghasilan sebagai tenaga honorer di perum perhutani.

Disinilah, masalah perceraian (masalah rumah tangga) bukan hanya berdasar pada masalah hukum positif semata, ada hal-hal di luar itu semua yang bisa mempengaruhi masalah hukum. Contohnya kasus di atas, hanya karena "gengsi" maka diajukanlah gugat rekonpensi, dan ini bukan satu dua kasus, tapi banyak kasus, walau sebenarnya si istri pada dasarnya juga sudah tidak ingin kumpul sebagai suami istri, tapi karena "gengsi" maka akhirnya diajukan rekonpensi yang tentunya pemeriksaan tidak sesederhana cerai talak tanpa rekonpensi.

Kalau sudah seperti ini hakum akan mencoba memberi kesempatan pada para pihak untuk bermusyawarah tentang gugat rekonpensi tersebut, dengan harapan jika ada kesepakatan bersama, maka tentu itu merupakan penyelesaian terbaik. Dan jika tidak ada kesepakatan, maka akan melalui beberapa tahapan pembuktian sehingga akan diambil keputusan yang menurut hakim sudah adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

BARU PUNYA ABIL


Ini perjalanan awal rumah tangga saya, baru punya anak pertam (Abil), tapi saat itu kami harus "pisah" karena saya tugas di Manado, dan suami saya di Yogya. Kami bertemu setiap 3 bulan, saling gantian datang. Alhamdulillah saat itu pimpinan saya di kantor memaklumi jika saya harus izin ke Yogya.

Karena pisah seperti ini membuat Abil sangat dekat dengan opanya, saudara laki-laki saya sebagai "sosok bapak", jika mereka bertamu, maka Abil sangat manja dan bergelayutan manja. Hal ini membuat saya segera mengurus proses mutasi. Dan alhamdulillah, walau teman-teman masih harus melaksanakan tugas "di luar jawa" saya sudah bisa "masuk jawa".

MODUL PERAN SUAMI DALAM KESEHATAN REPRODUKSI



Beberapa hari yang lalu saya dapat undangan dari PSW UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mempersiapkan modul bagi para petugas di KUA yang akan melaksanakan pernikahan. Seperti kita ketahui bahwa tiap akan melaksanakan pernikahan, para calon pengantin diberi beberapa penasehatan oleh petugas KUA.

Nah...oleh PSW, bagaimana penasehatan tadi juga harus memuat nilai bahwa kesehatan reproduksi juga menjadi tanggung jawab laki-laki, maka disiapkanlah modul untuk itu.
Dengan diskusi yang cukup panjang, tiap modul kita bahas, mulai dari Kesehatan Reproduksi menurut Islam, sampai peran laki-laki dalam kesehatan reproduksi.(semuanya ada sekitar 8 modul)

Modul peran laki-laki bagi kesehatan reproduksi menjadi paling menarik, karena memang ternyata kesadaran itu masih sangat rendah. Banyak laki-laki (suami) masih menganggap kalau masalah reproduksi masih menjadi tanggung jawab pihak istri. Belum juga masalah vasektomi bagi sebagian ulama adalah hal yang haram.

Modul dasar yang sudah disiapkan oleh PSW tentang peran laki-laki dalam kesehatan reproduksi memang sudah cukup lengkap, karena mulai bagaimana seorang suami terlibat dalam hubungan suami istri, menghadapi kehamilan, perencanaan anak san seterusnya. Tapi saya melihat bahwa masih ada yang belum dicakup, yaitu peran laki-laki (suami) pada saat persalinan, peran laki-laki (suami) pada saat istri mengidap sakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan terakhir (walau tidak secara langsung berhubungan dengan kespro) yaitu peran laki-laki (suami) ketika melahirkan dan ternyata anak tersebut cacat.

Saya melihat bahwa peran suami pada saat detik-detik melahirkan cukup signifikan, karena bisa menyuport istri sehingga istri punya kekuatan untuk melahirkan, begitu juga sebaliknya jika suami bersikap acuh tak acuh, istri akan merasa berjuang sendiri untuk melahirkan anak. Hanya memang beberapa kendala juga ditemui para suami, karena ada beberapa RS atau klinik bersalin tidak mengijinkan sang suami untuk mendampingi istri dalam proses persalinan.

Tentang peran suami dalam menghadapi istri yang sakit khususnya sakit yang berkaitan dengan kespro, juga masih minim. Sebagian menganggap bahwa dengan memfasilitasi finansial saja sudah cukup. Padahal secara emosi/psikis, istri sangat membutuhkan dorongan moral, karena ini tentu menjadi masa-masa genting, penuh kekhawatiran akankah sang suami "meninggalkannya", dan banyak kekhawatiran yang lain.

Ada lagi satu masalah, yaitu tanggung jawab laki-laki dalam menghadapi kelahiran, yang ternyata anak yang dilahirkan adalah anak cacat. Jangankan laki-laki, seorang wanita juga akan sock jika ternyata anak yang dilahirkan adalah anak yang cacat, tapi mental seorang wanita akan lebih sangat menerima jika kenyataan ini sudah di hadapan mata, tapi bagaimana dengan laki-laki? Tentu ada yang siap, tapi tak banyak juga yang stres yang kemudian meninggalkan sang istri menghadapi kenyataan sendiri. Ironis bukan?

Ternyata persoalan kespro bukan hanyak faktor medis, tapi juga non medis, dan saya berharap dengan modul yang disiapkan, kemudian akan dilanjutkan dengan TOT bagi para KUA, akan bisa menghasilkan seorang calon suami yang siap dalam mengarungi rumah tangga, bukan hanya mental, finansial tapi juga kesiapan akan ilmu tentang kespro. Bravo PSW UIN Sunan KAlijaga Yogya.

Selasa, 12 Agustus 2008

V a N s A M e N a R i

Anak-anak sejak kecil saya membiarkan mereka untuk memilih kegiatan yang mereka mintati, termasuk Vansa yang waktu TK rajin ikut kegiatan menari. Saya berharap dengan berbagai pilihan kegiatan, akan kemudian akan terseleksi sendiri minat dan bakat yang mereka idamkan.

Seperti Vansa, saat kecil sangat minat dengan tarian, ternyata setelah besar, semua ini ditinggalkan dan sekarang bergelut dengan kegiatan klub sains di sekolahnya. Entah.....besok akan memilih apalagi, semua saya serahkan pada anak-anakku.
(Vansa no 3 dari kiri)

Senin, 11 Agustus 2008

"ORGASME" PUTUSAN


Saya agak kesulitan untuk mengungkapkan dengan bahasa yang lebih halus terhadap keadaan dimana seorang hakim merasa puas terhadap putusan yang dijatuhkan.Jika dipakai istilah "kepuasan" rasanya terlalu dangkal, karena orgasme menyimpan kedalaman makna lahir dan batin.

Memang sudah menjadi tugas seorang hakim yaitu menerima, memeriksa dan mengadili perkara yang diberikan padanya. Artinya hal ini menjadi hal yang jamak, rutinitas, keseharian tugas, atau apalah istilahnya, tapi dari sekian banyak perkara yang
diperiksa, pasti ada beberapa yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi sehingga memacu hakim untuk bisa memecahkan masalah sehingga bisa menghasilkan putusan yang bisa memberi rasa keadilan bagi para pihak.

Saya tidak tau, apakah perasaan ini juga dirasakan oleh teman-teman hakim yang lain, tapi saya akan merasakan "orgasme" putusan, jika saya bisa menyelesaikan perkara dengan baik, dalam arti saya telah berusaha menempatkan perkara ini pada tempatnya baik segi keilmuan, landasan hukum, landasan sosial, dan tentunya rasa keadilan , hingga putusan yang dihasilkan adalah merupakan hasil "ijtihad".

Kadang kita tidak menduga "perjalanan" perkara, pada awalnya kesannya mudah, tapi dalam proses selanjutnya, kemudian ternyata "berliku", sehingga kesannya perjalanan sidang menjadi tersendat-sendat.
Demikian juga sebaliknya, kadang kita meras sejak awal perkara ini cukup berat, tapi proses persidangan justru perkara ini mengalir dengan lancar, sehingga tanpa terasa kita akan sampai pada muara putusan yang bisa diterima oleh para pihak.

Hari ini perasaan "orgasme" putusan saya rasakan kembali, setelah perkara yang didaftarkan sejak tanggal 27 Desember 12007, baru berakhir pada hari ini 11 Agustus 2008. Pada awalnya perkara ini sepertinya mudah, hanya seorang wanita karir mengajukan perceraian pada suaminya dengan alasan bahwa sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena suaminya sering berbohong. Sidang pertama, sang suami tidak hadir, pikir saya setelah panggilan sidang kedua dan ternyata si suami tidak hadir, tentu perkara ini akan saya putus verstek. Setelah itu rampung!!

Ternyata keadaan jauh berbeda, sang suami mengajukan eksepsi, jawaban dan gugat rekonpensi, yang akhirnya menjadikan perkara ini sebagai perkara sulit. Bagaimana tidak, dalam eksepsi, si suami mendalilkan bahwa PA Mungkid tidak berwenang mengadili perkara ini, kemudian dalam gugat rekonpensi, si suami mengajukan hak hadhonah anak kedua (mereka punya 3 anak) dan meminta hakim untuk memerintahkan para pihak melakukan tes DNA pada anak ketiga, karena suami meragukan apakah anak ketiga sebagai anak biologis sedang terhadap harta, suami meminta pengadilan menetapkan bahwa rumah dan 2 mobil adalah sebagai harta bersama yang harus dibagi dua. Sementara si istri merasa bahwa semua itu ia dapatkan dengan jerih payah sendiri, lagipula tanah dan rumah sedang dalam agunan di bank, serta salah satu mobil sudah dibagi sebagai harta gono-gini dan mobil yang lain sudah dihibahkan ke bank.
Seru kan? Dan ini memacu adrenalin kita sebagai hakim untuk mengurainya dan merumuskannya menjadi perkara yang ada dasar hukumnya. hehe....ingat pelajaran teori hukum dari pak Sudikno Mertokusumo deh!! Singkat kata, saya memutus perkara ini dengan penuh kepuasan, sehingga saya bisa katakan sebagai "orgasme" putusan.
Soal apakah perkara ini dapat diterima para pihak, dan tidak mengajukan banding adalah soal kemudian, tapi bahwa kita sudah mencapai "orgasme" putusan adalah kepuasan tersendiri bagi hakim.

Oke, bravo hakim Indonesia!!

Minggu, 10 Agustus 2008

ABIL, BATIK DAN SEPEDA

aHA.......................ganteng sekali anakku ini (boleh dong aku memuji anak sendiri!! hehe)
betapa tidak, dalam usia 3 tahun, sudah berbusana batik.
Sayang ketika dipakaikan pecis, terasa kurang nyaman, hingga tak betah walau hanya untuk sesaat.
Dan ini, Abil dengan sepeda keduanya. Wim Cycle!! haha.....terlalu kebesaran, tapi Abil maunya ini, walau untuk memedal, kakinya belum sampai. Tapi enjoy aja kan? Apalagi mainnya sama-sama mas Odie yang duduk di belakang tuh!

SUATU SORE DI STASIUN LEMPUYANGAN


Dulu, stasiun Lempuyangan jika sore menjadi "area rekreasi", karena banyak anak serta orang tua "piknik". Kita bisa melihat kereta api hilir mudik sambil menyuapi anak atau bermain. Anak-anak pasti senang, karena banyak juga penjual makanan dan minuman.

Saat ini, sepertinya sudah tidak ada lagi (sudah ditutup oleh PJKA), sehingga piknik sore di stasiun lempuyangan tinggal jadi kenangan.
(Foto diambil sekitar tahun 1988)

Sabtu, 09 Agustus 2008

KAOS DAGADU PALSU

Kaos yang dipakai temanku ini emang Dagadu palsu, tulisan dan designnya memang "niru" dari design Dagadu. Memang di Yogya, jika tidak hati-hati akan "tertipu" dengan kaos Dagadu yang palsu, yang memang peredarannya dari ujung utara sampai ujung selatan malioboro.

Akibatnya apa? (maaf) tukang becak-tukang becak selalu menawarkan untuk mengantarkan di tempat kaos Dagadu (tentunya yang bukan asli), termasuk pada mas Hano ini, dan ketika mas Hano menolak, kaos yang dipakai mas Hano langsung dikomentari tukang becak: "iiih....palsu", hehe.......kacian deh lu mas Hano, makanya kalau mau pake Dagadu, yang asli-asli aja!!!

MAKAN GUDEG DI JALAN WIJILAN


Hari Sabtu dan Minggu kemarin (2,3 Agustus 2008) kemarin, saya kedatangan sahabat dekat saya, mas Hano (tapi di hp saya saya tulis DBH alias Den Bagus Hano). Hari Sabtu, karena waktu kami sama-sama terbatas, kami hanya sempat bertemu di J&C, ya.....maklum juga karena hari Sabtu "hari keluarga" (hehe....mas Hano gak boleh sewot dan ngakak kalau baca ini), jadi saya punya 2 jam untuk ketemu (lumayan kan den?), hehe......

Nah....hari Minggu, kita janjian untuk makan siang dan nyari oleh-oleh, untuk eyang bu, ayu, aji dan"ehem". Aku sebenarnya gak kuatir-kuatir banget "biarkan" mas Hano di Yogya, karena Yogya bukan daerah asing baginya.
Udah deh......setelah mas hano dapat oleh-oleh, aku baru nyusul di Mirota Batik, untuk makan siang.
Ealah.....kok yang dipilih "gudeg wijilan", payah deh!!! Maklum....aku gak terlalu doyan, apalagi saat itu lagi gak mood untuk makan gudeg. Tapi demi "menghormati" tamu, aku ikutin aja.

Apa jadinya? Setelah hidangan gudeg ada di depan mata, saya harus meminta "sepiring" cabe agara gudeg itu bisa masuk mulut. Alamaaaaak........manisssssss banget!!!!
Untuk setiap suapan, harus ada potongan cabe yang yang menyertai, kalau tidak??? Mana bisa ketelan???

Tapi gimana dengan mas Hano? alah....alah......doyan bangeeet!! Nambah lagi!!! Hehe..... saya sampai geleng-geleng!!! Tapi itulah mas Hano, kalau makan memang "ndemenake"!!! Bravo ya DBH!!!

MAIN KUDA-KUDAAN


Ini foto lama, mungkin 8 tahun yang lalu, saat anak-anak masih kecil, masih bisa main kuda-kudaan dengan papa. Ya.....tentu sekarang sudah tak mungkin lagi, karena mereka telah besar dan pasti bisa "ambruk" jika papa dinaiki tiga anak.

Jumat, 08 Agustus 2008

"ANAKKU" MEMBAWA PESAN,

"ANAKKU" MEMBAWA PESAN,
Mama tak tau engkau hadir sayang...
Mama tak menyangka engkau telah bersemayam...
Sayangku.........
Mama sangat mencintaimu
Seperti cinta mama pada kakak-kakakmu.
Hadirmu dalam ketidakhadiranmu
Telah memberi banyak pesan bagi mama.
Telah merubah mama , mencerahkan mama, membuat mama sedih tapi menghasilkan kebahagiaan.
Pengorbananmu takkan mama sia-siakan.
Terima kasih sayangku.engkau selalu bersemayam di hati mama, selamanya.................

Yogya, 5 Agustus 2008

Rp 500.- ..............


Tenyata uang bisa "merubah" segalanya. Ini kisah kecil yang aku alami, hanya dengan uang Rp 500.- yang bisa merubah segalanya.

Di Yogya, untuk parkir motor, tarif resminya adalah Rp 500.- (walau di kawasan Malioboro tetap menetapkan parkir Rp 1000.- dengan alasan yang Rp 500.- untuk helm, hehe....ternyata helm juga kena parkir). Nah yang aku alami adalah saat memarkir motor di kantor pos besar Yogyakarta, setelah selesai mengirim surat, saya bergegas ke parkiran, saat saya mau ambil motor, sebelum saya petugas parkir melayani pelanggan lain, dan diberi uang Rp 500.- Oleh petugas parkir, pelanggan tadi dibiarkan memundurkan motor sendiri , sehingga cukup kerepotan juga, hanya untungnya pelanggan tadi laki-laki, jadi sepertinya tidak masalah untuk memundurkan motor di tempat yang cukup sempit. Nah....kini giliran saya, saya sodorkan uang Rp 1000.- kemudian petugas parkir tadi hendak mengembalikan uang Rp 500.- tapi saya katakan tak perlu dikembalikan. Waah......saya dapat perlakuan "istimewa", karena kemudian motor bapak tadi memundurkan motor saya, dstnya, hingga saya tak perlu kerepotan untuk menempatkan posisi motor untuk siap jalan.

Di jalan saya berpikir, kenapa ada perlakuan yang sangat berbeda antara saya dengan pelanggan sebelum saya tadi, apa karena saya perempuan, kemudian diberi keistimewaan dan kemudahan, atau karena saya membayar "lebih" dibanding lelaki sebelum saya tadi. Ah.....penasaran juga saya dengan sikap "membedakan" tadi.

Kebetulan 2 hari kemudian, saya punya keperluan lagi di kantor pos besar Yogya, dan ini saya inigin memanfaatkan untuk "menguji" petugas parkir lagi.
Setelah selesai urusan, saya ke parkir motor dan menyerahkan uang Rp 500.- yang memang sudah saya siapkan sebelumnya. E.................ternyata saya mendapat perlakuan sebagaimana pelanggan sebelum saya 2 hari sebelumnya, saya harus memundurkan motor sendiri dan seterusnya. Dalam hati saya berkata: "Ternyata Rp 500.- adalah harga sebuah "keististimewaan" yang harus saya bayar jika memang saya menginginkannya".

Yk, 8 Agustus 2008

Kamis, 07 Agustus 2008

Caysa Yang Pemalu

Ini foto Caysa saat masih di play group Budi Mulia Dua, Blimbingsari, Yogyakarta. Saat itu Caysa berusia 3 tahun, dan masih sangat kolokan. Untuk foto aja, harus pegangan dengan guru, (paling kiri). Tapi itu dulu, sekarang Caysa telah tumbuh menjadi gadis kecil yang penuh percaya diri.