Rasanya bukan anak-anak kalau tidak diisi dengan permainan untuk mengisi waktu luang mereka di antara kegiatan sekolah.
Kelihatan betul kebahagiaan mereka jika bermain. Tak harus pergi ke tempat tertentu untuk bermain, di jalan depan rumah pun dengan alat permainan seadanya bisa membuat mereka main dengan puas.
Sebenarnya ada yang “menyedihkan” saya, karena ternyata sampai kelas 5 SD, Vansa belum pintar main bekel. Akhirnya waktu ke Manado, saya sengaja mengoleh-olehi kerang (oarang Manado menyebutnya bia) supaya Vansa bisa main bekel. Saking semangatnya saya beli banyak 60 buah (padahal yang diperlukan hanya 6 buah) belum lagi karena ada teman (Firdha Tawil) tahu kalau anak-anak memerlukan “bia”, maka Vansa akhirnya dioleh-olehi bia juga dalam jumlah yang banyak. (Makasih ya tante Fida..., kapan-kapan kalau Vansa sudah pintar, bisa main bareng Mirza yang sudah lebih mahir)
Setelah itu, saya harus mengajari Vansa main bekel, mulai dari bia 4 dulu. Hehe.....rasanya ada yang kurang jika anak-anak perempuan gak bisa main bekel. Dan sekarang hampir tiap hari Vansa ke sekolah bawa “bekel bia”, yang akhirnya menjadi wacana baru bagi teman-temannya di Yogya yang main bekel dengan kuningan.
Biarlah nak....walau telat tapi paling tidak di masa anak-anak mbak Aya pernah main bekel seperti mama waktu kecil.