Kamis, 14 Agustus 2008

GUGAT REKONPENSI KARENA GENGSI


Dalam perkara perceraian, memang dimungkinkan untuk mengajukan gugat balik, misalnya tentang hak asuh anak, nafkah pemeliharaan anak, nafkah lampau, gono-gini dan lain sebagainya.
Dan khususnya tentang cerai yang diajukan oleh suami (cerai talak), biasanya si istri mengajukan gugat balik tentang nafkah iddah,mut'ah,gono-gini dan anak. Tentang besarnya nafkah iddah,mut'ah tidak ada standar yang pasti, hanya beberapa hakim mempertimbangkan dari segi penghasilan suami, kemudian berdasarkan mahar ketika perkawinan dilaksanakan.

Ada kasus, seorang istri mengajukan gugat rekonpensi karena gengsi sebab si suami pernah sesumbar kalau akan mengajukan perceraian dan silahkan saja istri mengajukan tuntutan apapun akan dipenuhi. Dan benar saja, ketika suami ajukan cerai talak, si istri mengajukan tuntutan balik yang jelas-jelas sulit dikabulkan oleh si suami yang penghasilan sebagai tenaga honorer di perum perhutani.

Disinilah, masalah perceraian (masalah rumah tangga) bukan hanya berdasar pada masalah hukum positif semata, ada hal-hal di luar itu semua yang bisa mempengaruhi masalah hukum. Contohnya kasus di atas, hanya karena "gengsi" maka diajukanlah gugat rekonpensi, dan ini bukan satu dua kasus, tapi banyak kasus, walau sebenarnya si istri pada dasarnya juga sudah tidak ingin kumpul sebagai suami istri, tapi karena "gengsi" maka akhirnya diajukan rekonpensi yang tentunya pemeriksaan tidak sesederhana cerai talak tanpa rekonpensi.

Kalau sudah seperti ini hakum akan mencoba memberi kesempatan pada para pihak untuk bermusyawarah tentang gugat rekonpensi tersebut, dengan harapan jika ada kesepakatan bersama, maka tentu itu merupakan penyelesaian terbaik. Dan jika tidak ada kesepakatan, maka akan melalui beberapa tahapan pembuktian sehingga akan diambil keputusan yang menurut hakim sudah adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.